Selasa 18 Apr 2017 00:14 WIB

Setelah Rugi, Kini PermataBank Raih Laba Rp 453 miliar

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Budi Raharjo
Karyawati menghitung uang di Banking Hall Bank Permata di Jakarta, Kamis (28/1).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati menghitung uang di Banking Hall Bank Permata di Jakarta, Kamis (28/1).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Bank Permata Tbk atau PermataBank pada kuartal I 2017 membukukan laba bersih setelah pajak sebesar Rp 453 miliar (konsolidasi dan tidak diaudit). Peningkatan ini jauh lebih baik dibandingkan dengan kerugian sebesar Rp 376 miliar pada periode yang sama di tahun 2016.

Direktur Utama PermataBank Ridha DM Wirakusumah menjelaskan, membaiknya kinerja PermataBank merupakan hasil dari langkah-langkah yang diambil sejak tahun lalu untuk menurunkan NPL. Selain itu, membaiknya pendapatan dari bisnis utama yang tetap berjalan dengan baik serta penjualan sebagian porsi aset bermasalah sebagaimana yang telah  direncanakan.

"Laba sebelum pajak sebesar Rp 596 miliar, jauh membaik dibandingkan dengan kerugian operasional sebesar Rp 508 miliar di tahun lalu," ujar Ridha di Jakarta, Senin (17/4).

Menurut Ridha, langkah-langkah proaktif yang diperlukan untuk mengelola kualitas asetnya melalui restrukturisasi dan rehabilitasi, mempercepat pemulihan kredit dan menjual sebagian dari portofolio NPL. Sementara itu, rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) Gross tercatat sebesar 6,4 persen per 31 Maret 2017, turun dari 8,8 persen pada Desember 2016.

Sedangkan rasio NPL Nett tetap di kisaran 2,2 persen. Meskipun demikian, NPL gross ini masih lebih tinggi dibandingkan kuartal I tahun 2016 yang sebesar 3,48 persen, dan NPL nett 1,78 persen.

Ridha menuturkan, fokus pada peningkatan pengelolaan risiko dan NPL sebagai upaya mengurangi risiko dan menata kembali portofolio kredit, mengakibatkan perlambatan pada  pertumbuhan kredit dimana kredit menurun 22 persen yoy menjadi Rp 95,4 triliun dari Rp 122,7 triliun di akhir Maret 2016. "Untuk pembiayaan syariah, mencatat pertumbuhan positif 4 persen yoy di Maret 2017,"ujar Ridha.

Penurunan kredit menjadi penyebab utama dari NIM yang lebih rendah yaitu sebesar 3,5 persen, dibandingkan dengan 3,9 persen pada akhir Maret 2016. Dari sisi pencadangan kredit pada kuartal I 2017,  sebesar Rp 670 miliar atau tercatat 57 persen lebih rendah dibandingkan Rp1,5 triliun tahun lalu.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement