REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Pengendalian Plekasanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan, Indonesia tidak perlu kecewa dengan jumlah investasi Arab Saudi di dalam negeri yang lebih kecil dari Cina. Sebab, jumlah investasi itu masih hanya sebatas rencana dan belum terealisasi.
"Itu kan intinya rencana, masih di atas kertas saja. Kalau rencana boleh-boleh saja, tapi yang perlu kita lihat adalah realisasinya," ujar Azhar kepada Republika.co.id, Jumat (14/4).
Menurut Azhar, Indonesia tidak perlu menghabiskan energi untuk membandingkan besarnya jumlah rencana investasi Arab Saudi di Indonesia dan Cina. Semestinya, Pemerintah Indonesia mendorong dan menindaklanjuti MoU yang sebelumnya sudah ditandatangani bersama dengan Pemerintah Arab Saudi. Hal itu misalnya, MoU antara Pertamina dan Saudi Aramco untuk membangun kilang minyak.
"Realisasi itu yang penting untuk mendorong perekonomian, menyerap tenaga kerja, menghasilkan produk barang dan jasa, datang modalnya, dan datang teknologinya," kata Azhar.
Arab Saudi memang belum masuk ke dalam peringkat 20 besar daftar negara investor di Indonesia. Berdasarkan data BKPM, sepanjang 2016 realisasi investasi Arab Saudi hanya 900 ribu dolar AS yang terwujud dalam 44 proyek. Dengan angka realisasi tersebut, Arab Saudi berada di posisi 57 dalam daftar negara investor di Indonesia. Posisi ini cukup jauh dibandingkan dengan realisasi investasi dari negara Timur Tengah lainnya seperti Kuwait yang mencapai 3,6 juta dolar AS.
Peringkat Arab Saudi juga berada di bawah Afrika Selatan yang investasinya mencapai 1 juta dolar AS untuk delapan proyek. Bahkan, realisasi investasi Arab Saudi masih berada di bawah Mali yang mencapai sebesar 1,1 juta dolar AS. Berdasarkan catatan BKPM, sepuluh besar negara investor terbesar di Indonesia yakni Singapura, Jepang, Cina, Hong Kong, Belanda, Amerika Serikat, British Virgin Islands, Malaysia, Korea Selatan, dan Muritius.
Azhar mengatakan, sebagian besar perusahaan Arab Saudi yang berdiri di Indonesia bergerak dalam bidang perdagangan, yakni berkecimpung dalam kegiatan ekspor impor. Oleh karena itu, kedatangan Raja Salman beberapa waktu lalu diharapkan bisa mendorong realisasi investasi Arab Saudi yang lebih besar lagi.
Baca juga: Jokowi Kecewa Investasi Saudi, Ekonom: Wajar Raja Salman Pilih Cina