Rabu 12 Apr 2017 05:14 WIB

Anggap Ilegal, YLKI Tolak Kenaikan Tarif Tol Jakarta-Tangerang

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Budi Raharjo
Ruas Jalan Tol Jakarta-Tangerang terlihat padat pada hari pertama penonaktifan Gerbang Tol Karang Tengah, Ahad (9/4).
Foto: Republika/Ronggo Astungkoro
Ruas Jalan Tol Jakarta-Tangerang terlihat padat pada hari pertama penonaktifan Gerbang Tol Karang Tengah, Ahad (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG -- Setelah pengintegrasian sistem pembayaran diberlakukan sejak Ahad (9/4), banyak pengguna jalan tol Jakarta-Tangerang yang mengeluhkan kenaikan tarif tol tanpa adanya sosialisasi terlebih dahulu. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pun menganggap kenaikan tarif tersebut ilegal dan merasa keberatan dengan sistem subsidi itu.

"YLKI menganggap kenaikan itu ilegal karena kenaikan itu biasanya dua tahun sekali pada saat evaluasi harga jalan tol," kata Pengurus Harian YLKI Sudaryatmo kepada Republika, Selasa (11/4) siang.

Ia melanjutkan  kenaikan tarif yang sekarang ini berada di luar jangka waktu tersebut. Dilihat dari perspektif konsumen, kata Sudaryatmo, kalau integrasi sistem pembayaran itu berdampak pada kenaikan tarif, seharusnya juga dikaitkan dengan evaluasi itu.

Menurutnya lagi, kalau ada biaya tambahan itu, seharusnya BPJT (Badan Pengelola Jalan Tol) mengumumkannya dalam skema evaluasi dua tahunan itu. Bukan pada saat pengintegrasian sistem  pembayaran ini karena seharusnya tidak berdampak pada konsumen dalam bentuk adanya biaya tambahan. "Itu integrasi pembayaran tol naik, nah nanti dua tahun kemudian naik lagi kan itu," kata dia.

Oleh sebab itu, Sudaryatmo menginginkan peraturan terkait kenaikan tarif ini direvisi. Ia merasa tidak ada masalah dengan pengintegrasian sistem pembayaran. Hanya saja, ia berharap adanya revisi soal kenaikan tarif itu. "Ini kan berdampak pada pengeluaran tambahan. Jadi, kalau ingin menaikkan tarif ya buat peraturan baru," sambung dia.

Tarif tol yang baru itu diberlakukan sesuai dengan surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan (PU-Pera) No. 214.1/KPTS/M/2017 tanggal 3 April 2017. Berdasarkan surat Kepurusan Menteri itu, tarif tol untuk kendaraan golongan I naik menjadi Rp 7.000.

Berdasarkan peraturan tersebut, Sudaryatmo menegaskan kembali, kebijakan integrasi sistem pembayaran itu semestinya tidak mengubah tarif yang dibayar konsumen. "Iya dong, merugikan yang dekat. Wong rutenya sama tapi harus bayar lebih mahal," tambah dia.

Sebelumnya, Kepala BPJT Herry Trisaputra Zuna mengatakan, sistem pembayaran saat ini dimaksudkan untuk mengubah sistem tertutup jadi terbuka. "Dengan terbuka, jadi ada subsidi silang. Untuk yang jarak jauh, akan tersubsidi sama yang jarak dekat," kata dia di konferensi persnya di sebuah rumah makan di Kedoya, Jakarta Barat, Senin (10/4).

Menurut Herry, jumlah pengguna tol jarak jauh lebih banyak ketimbang pengguna tol jarak dekat. Pengguna tol jarak jauh mencapai angka 60 persen.

Menanggapi soal subsidi itu, Sudaryatmo mengatakan, sebenarnya di formula kenaikan tarif itu tidak ada istilah subsidi. Adanya tarif perkilometer. Sudaryatmo juga mengatakan, konsumen bisa menolak kenaikan tarif itu.

"Jadi tidak bisa volume lalu lintas yang padat itu mensubsidi yang sepi. Itu tidak ada rumusannya. Di formula itu hitungannya perruas," kata dia.

Pengguna Jalan Tol Mengeluh

Kenaikan tarif tol Jakarta-Tangerang ini dikeluhkan oleh para pengguna jalan tol. Salah satunya adalah Wishnu Aditya (24 tahun), warga Karawaci yang baru tahu ada kenaikan tarif saat mau masuk tol.

"Kurang sosialisasi soal kenaikan tarif ini," kata Wishnu kepada Republika, Senin (10/4).

Ia juga mengeluhkan kondisi infrastruktur untuk menunjang kebijakan itu yang masih dibangun. Begitu juga dengan alasan kenapa tarif itu dinaikkan oleh pengelola jalan tol.

"Ditambah lagi infrastrukturnya belum selesai dan ga diberikan penjelasan alasan kenaikan itu kenapa," jelas dia.

Shelly (38 tahun), pengguna jalan tol lainnya, juga mengeluhkan kenaikan tarif ini. Ditambah lagi, pengintegrasian sistem pembayaran itu menyebabkan kemacetan di pintu masuk dan keluar tol.

Ia pun menyesalkan kemacetan tersebut. Menurutnya kenaikan tarif tol ini tidak sejalan dengan pelayanannya. "Tarif Tol saja yang dinaikkan, tapi pelayanan tidak bagus," lanjut Shelly.

Hari ini, ia pergi mengantar sekolah anaknya sekitar pukul 05.00 WIB. Ia berangkat di jam tersebut lantaran takut terkena macet seperi Senin (10/4) lalu. Namun, yang terjadi justru sama. Ia sampai di sekolah anaknya sekitar pukul 08.00 WIB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement