Sabtu 01 Apr 2017 04:00 WIB

Amnesti Pajak Berakhir, Menkeu: Saya Belum Tenang

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satria K Yudha
Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jum'at (31/3).
Foto: Antara/Atika Fauziyyah
Petugas pajak melayani warga yang mengikuti program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Kantor Direktorat Jendral Pajak, Jakarta, Jum'at (31/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program amnesti pajak yang dimulai sejak Juli 2016, resmi berakhir pada Jumat (31/3). Catatan pemerintah, jumlah penerimaan negara dari amnesti pajak selama sembilan bulan ini sebesar Rp 130,2 triliun. Rinciannya, Rp 113,9 triliun berasal dari uang tebusan, Rp 14,8 triliun dari pembayaran tunggakan, dan Rp 1,5 triliun dari pembayaran bukti permulaan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku belum tenang dan kurang puas dengan capaian penerimaan dari program amnesti pajak. Menurutnya, dari total 974 ribu wajib pajak yang mengikuti amnesti pajak, partisipasi dari wajib pajak orang pribadi orang pribadi baik pelaku usaha kecil menengah (UKM) atau non-UKM masih relatif kecil. 

Meski begitu, Sri menilai capaian deklarasi harta sepanjang amnesti pajak sebesar Rp 4.813 triliun merupakan angka yang cukup fantastis, atau nyaris 40 persen dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar Rp 12.600 triliun. Raihan deklarasi harta ini, bahkan dianggap prestasi amnesti pajak tertinggi di dunia. 

"Namun masih ada orang yang belum patuh? Ada. Saya belum merasa tenang. Target penerimaan pajak belum tercapai," jelas Sri di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jumat (31/3) malam. 

Meski angka deklarasi harta terbilang tinggi, namun besaran repatriasi harta atau nilai harta yang dibawa pulang kembali ke Indonesia oleh pemiliknya baru sebesar Rp 147 triliun. Angka ini jauh dari target awal yang sempat digadang-gadang pemerintah menyentuh Rp 1.000 triliun. 

Apabila diperinci lagi, baru ada Rp 121 triliun repatriasi harta yang benar-benar sudah dibawa masuk ke Indonesia. Artinya, masih ada Rp 24,7 triliun harta yang sebelumnya dijanjikan oleh wajib pajak untuk dibawa masuk ke Indonesia namun urung terealisasikan.

Sri menjelaskan, potensi repatriasi yang hilang sebesar Rp 24,7 triliun dikarenakan beberapa hal. "Salah satunya, karena harta yang tadinya akan direpatriasikan berupa harta nonlikuid, seperti aset yang masih berupa rumah, bangunan, Surat Berharga Negara (SBN), atau deposito," kata Sri. Dia menjelaskan, semua aset tersebut membutuhkan proses administrasi yang cukup rumit di negara asal. 

Tak hanya itu, urung masuknya repatriasi harta juga bisa disebabkan karena harta repatriasi merupakan harta yang sebetulnya sudah masuk ke Indonesia setelah 1 Januari 2016, namun sebelum program amnesti pajak dimulai pada 1 Juli 2016. Harta yang masuk ke Indonesia selama periode tersebut, dianggap sebagai harta repatriasi, meskipun sebetulnya sudah diboyong masuk ke dalam negeri. Hal itu lah yang membuat selisih catatan repatriasi harta amnesti pajak cukup besar hingga mencapai Rp 24,7 triliun. 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement