Jumat 31 Mar 2017 01:16 WIB

Hari Terakhir Amnesti Pajak, Dana Repatriasi yang Belum Masuk Rp 29 Triliun

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
 Petugas melayani wajib pajak untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk Kantor Pelayanan Pajak, Jakarta Pusat, Senin (22/8).
Foto: Antara/ Yudhi Mahatma
Petugas melayani wajib pajak untuk memperoleh informasi mengenai kebijakan amnesti pajak (tax amnesty) di Help Desk Kantor Pelayanan Pajak, Jakarta Pusat, Senin (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah masih mengupayakan dana repatriasi bisa masuk sepenuhnya di sisa waktu amnesti pajak ini. Catatan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, jumlah komitmen repatriasi harta sebesar Rp 141 triliun.

Namun, realisasi harta repatriasi yang berhasil dibawa masuk oleh wajib pajak hanya sekitar Rp 112 triliun. Artinya, ada sekitar Rp 29 triliun deklarasi harta yang belum dibawah masuk ke Indonesia. Masa amnesti pajak akan berakhir pada 31 Maret 2017.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menilai, otoritas pajak bisa saja lebih tegas melakukan komunikasi dengan wajib pajak yang belum merealisasikan repatriasi. Salah satu caranya, dengan memanggil wajib pajak dan melakukan komunikasi dua arah agar repatriasi harta bisa dilakukan.

"Itu sebetulnya bisa diikuti (ditelusuri). Bisa dipanggil (wajib pajaknya) kan? Apa masalahnya?" ujar Darmin di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kamis (30/3).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengaku tidak mengetahui secara pasti mengapa masih ada repatriasi harta yang belum dilakukan oleh wajib pajak. Ia menduga, kesulitan administrasi di negara asal membuat pemilik aset urung melakukan repatriasi.

Mengatasi hal ini, Ditjen Pajak memberikan kesempatan kepada wajib pajak yang belum melakukan repatriasi harta untuk mengajukan Surat Pernyataan Harta (SPH) kedua atas harta yang urung mereka repatriasikan. Artinya, wajib pajak yang bersangkutan diminta mendaftarkan harta tersebut sebagai deklarasi luar negeri dengan tarif tebusan periode ketiga yakni 10 persen.

"Deklarasi luar negeri saja, yang tadi gagal repatriasi dijadikan deklarasi luar negeri memang harus tambah uang tebusan," kata Hestu.

Menurutnya, Ditjen Pajak tidak bisa membantu wajib pajak merepatriasi hartanya kecuali ada kemauan dari wajib pajak sendiri. Hestu menilai, kendala yang ada biasanya berasal dari negara asal deklarasi harta milik wajib pajak yang bersangkutan. Wajib pajak diminta ajukan SPH kedua bila tak ingin kemudian akan dilakukan pemeriksaan oleh Ditjen Pajak.

"Imbauannya deklarasi saja, masih ada kesempatan untuk deklarasi dari repatriasi, tapi tidak ada sanksi, kemarin repatriasi 2 atau 3 persen, sekarang ditambahain saja, kalau yang tidak ubah dan tidak laporkan itu malah yang kena sanksi," katanya.

Apalagi, lanjut Hestu, ada negara yang menerapkan aturan devisa yang ketat untuk mencegah larinya aliran dana dari negara mereka. Ia menilai, negosiasi yang dilakukan di sisa waktu amnesti pajak ini belum tentu bisa dilakukan dalam waktu singkat.

"Bantuan terakhir yang bisa kita berikan deklarasi saja, walaupun menambah tarif tebusannya, tapi terlepas dari sanksi," ujar Hestu.

Data Ditjen Pajak, total penerimaan dari amnesti pajak sebesar Rp 123,64 triliun. Rinciannya, uang tebusan terkumpul Rp 110 triliun, pembayaran tunggakan sebesar Rp 12,56 triliun, dan pembayaran bukti permulaan Rp 1,08 triliun.

Selain itu, dana repatriasi hingga pekan keempat Maret 2017 sebanyak Rp 146 triliun atau 3 persen dari seluruh deklarasi harta. Sedangkan total deklarasi harta oleh wajib pajak tercatat sebesar Rp 4.669 triliun, dengan rincian deklarasi harta dalam negeri sebesar Rp 3.495 triliun dan deklarasi harta luar negeri sebesar Rp 1.028 triliun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement