Jumat 24 Mar 2017 01:49 WIB

Pengamat: Trader Buat Harga Gas di dalam Negeri Mahal

Rep: Frederikus Bata/ Red: Budi Raharjo
 Pekerja melakukan pemasangan pipa aliran gas di Kawasan Berikat Nusantara Cilincing, Jakarta, Jumat (23/5).
Foto: dokrep
Pekerja melakukan pemasangan pipa aliran gas di Kawasan Berikat Nusantara Cilincing, Jakarta, Jumat (23/5).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi meminta pemerintah segera mengeluarkan peraturan penertiban trader dalam bisnis gas di Tanah Air. Menurut Fahmi, mahalnya harga gas di hilir karena ulah para trader tersebut.

"Permen harus melarang trader nonpipa untuk masuk di bisnis gas. Permen juga harus mewajibkan para trader membangun pipa," kata Fahmi kepada wartawan di Jakarta, Kamis (23/3).

Ia menilai biaya gas di hulu masih standar dibanding di hilir. Permasalahan utamanya menurut Fahmi karena keterbatasan infrastruktur yang menghubungkan hulu ke konsumen akhir industri. Kemudian,  trader nonpipa masih diizinkan bermain di bisnis gas.

"Padahal trader layaknya makelar yang memburu marjin sehingga membengkakkan biaya distribusi, menyebabkan harga gas menjadi mahal," ujarnya.

Ia berharap pemerintah mendorong PGN dan Pertagas membangun pipa gas secara terintegarasi.  Menurutnya jika integrasi tersebut berhasil, akan ada tambahan pipa yang dibutuhkan untuk distribusi sehingga harga gas lebih murah. "Tidak tumpang tindih seperti sekarang," tutur Fahmi.

Saat ini harga gas di hulu minyak dan gas bumi sekitar 6 dolar AS per mmbtu. Sementara di konsumen akhir bisa mencapai 14 dolar AS per mmbtu.

Sebelumnya Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan pihaknya akan mengeluarkan Permen penataan harga gas di hilir migas. "Akan keluar secepatnya. Intinya jangan sampai eksesif profit. Dari hulu ke hilir kan ada tradernya," kata Arcandra di Kantor Kementerian ESDM," Jakarta,  Rabu (22/3).

Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja mengatakan membengkaknya biaya distribusi sudah di luar kewajaran.  Ia mencontohkan saat harga di hulu sekitar 6 dolar AS per mmbtu.  Sementara di konsumen akhir mencapai 14 dolar AS per mmbtu. "Padahal jaraknya hanya 20 meteran.  Jadi ada transaksi yang berlapis-lapis," ujar Wirat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement