REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga pemeringkat sektor keuangan, Standard & Poor's menemui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Pertemuan dilakukan sejak pukul 09.00 WIB dan rampung 1,5 jam setelahnya.
Sayangnya, pihak S&P enggan memberikan penjelasan tentang poin-poin pembicaraan dengan pemerintah. Kedatangan S&P ini memang diharapkan memberikan sinyal baik untuk meningkatkan peringkat investasi Indonesia.
"Maaf kami tidak bisa memberikan komentar," ujar salah satu perwakilan S&P yang ditemui usai pertemuan di Kemenko Perekonomian, Rabu (22/3).
Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir juga menolak memberikan penjelasan soal hasil pertemuan dengan lembaga pemeringkat S&P. "Nanti Pak Menko yang berikan penjelasan," ujarnya singkat saat dihubungi.
S&P masih memberi peringkat Indonesia di level BB+ atau di bawah investment grade. Sementara lembaga pemeringkat lain seperti Fitch Ratings dan Moody's telah memberikan peringkat 'investment grade' ke Indonesia, sekaligus merevisi outlook dari 'stable' menjadi 'positive'. Peringkat terbaru, Indonesia juga mendapat peringkat dari Japan Credit Rating Agency (JCRA), yakni dari 'stable' menjadi 'positive'.
Tahun ini Indonesia tengah menunggu pengumuman dari S&P pada pertengahan Mei mendatang. Jika rating-nya naik, maka ada harapan bagi kenaikan kinerja indeks di bursan saham serta pertumbuhan ekonomi. Apalagi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) catatkan rekor di level 5.540,43 pada akhir pekan lalu. Hal itu diharapkan bisa mendorong optimisme dan keyakinan para investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Pada Jumat lalu, IHSG ditutup menguat 22,19 poin atau 0,40 persen ke level 5.540,43. Angka tersebut merupakan rekor IHSG tertinggi sejak 1992. Dalam hitungan tahunan, kinerja IHSG 2016 pun sempat menjadi salah satu yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir di dunia, dengan return 193,36 persen.
Dalam tahun berjalan 2017, IHSG menempati peringkat terbaik ke-2 di Asia Pasifik, sekaligus peringkat ke-5 di dunia dengan return 15,32 persen. Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Hosea Nicky Hogan mengatakan, tingginya capaian IHSG bisa menjadi pemicu peningkatan peringkat proyeksi investasi, terutama dari lembaga rating Standard & Poor's (S&P).
"Saya rasa juga ada berita yang memberikan sinyal indikasi kemungkinan untuk S&P untuk memulihkan rating Indonesia," ujarnya.
Nicky menyatakan, selain tingginya capaian indeks di bursa saham, kebijakan pemerintah di sektor fiskal seperti amnesti pajak. Upaya deregulasi melalui paket-paket kebijakan dari pemerintah juga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi S&P dalam menaikkan peringkat utang Indonesia.