Selasa 21 Mar 2017 16:15 WIB

Jokowi Sebut Kepatuhan Produsen Sesuai SNI Rendah

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Logo SNI. Ilustrasi
Foto: Times
Logo SNI. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan tingkat kepatuhan produsen terhadap kesesuaian Standar Produk Indonesia (SNI) masih rendah. Berdasarkan data yang diterimanya, hanya terdapat 42 persen barang yang beredar di pasaran saat ini yang telah sesuai dengan SNI.

"Saya mencatat data yang menunjukkan tingkat kepatuhan produsen terhadap kesesuaian standar produk dengan SNI ternyata masih rendah karena hanya 42 persen barang yang beredar di pasaran sekarang ini sesuai dengan SNI," kata Jokowi saat membuka ratas perlindungan konsumen di kantor Presiden, Jakarta, Selasa (21/3).

Karena itu, ia menilai terdapat kekeliruan yang harus segera diperbaiki. Perlindungan konsumen ini, kata Jokowi, juga terkait dengan kehadiran negara. Efektivitas kehadiran negara dinilainya dapat dilihat dari sejauh mana norma dan standar bisa terpenuhi serta sejauh mana pengawasan dan penegakan hukum berjalan efektif.

Ia pun meminta agar lembaga-lembaga perlindungan konsumen bekerja lebih keras memberikan perlindungan bagi masyarakat sebagai konsumen. Jokowi mengatakan, saat ini hanya sekitar 22,2 persen masyarakat yang mengenal dan mengetahui fungsi lembaga perlindungan konsumen.

Presiden menyampaikan, konsumsi masyarakat terhadap PDB rata-rata mencapai 55,94 persen. Artinya, kata dia, perekonomian nasional masih digerakkan oleh sektor konsumsi. Sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar, Indonesia memiliki potensi sebagai pasar dari berbagai produk, sekaligus sebagai masyarakat konsumen. Karena itu, Jokowi pun menekankan agar edukasi dan perlindungan terhadap konsumen menjadi perhatian. "Untuk itu edukasi dan perlindungan terhadap konsumen harus menjadi perhatian kita bersama. Hal ini penting untuk dilakukan karena selama ini sudah banyak kasus-kasus yang merugikan konsumen, bahkan sampai membahayakan konsumen," ujarnya.

Ia mencontohkan, adanya obat atau vaksin palsu serta makanan kadaluarsa yang masih beredar di pasar. Di bidang kesehatan, masih terdapat malpraktek dan lainnya. Jokowi mengatakan, pemberian edukasi kepada konsumen diperlukan karena masyarakat Indonesia masih dalam tahap memahami hak mereka, namun belum dapat memperjuangkan haknya sebagai konsumen.

Berdasarkan laporan yang diterimanya, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia 2016 masih tercatat rendah, yakni 30,86 persen. Di Eropa sendiri, IKK-nya telah mencapai 51,31 persen. Sedangkan, terkait perilaku pengaduan konsumen, masyarakat Indonesia tergolong masih rendah, yakni rata-rata hanya 4,1 persen pengaduan konsumen yang diterima dari satu juta penduduk Indonesia. Dibandingkan dengan Korea, pengaduan konsumennya telah mencapai 64 persen dari satu juta penduduk.

"Edukasi konsumen juga diperlukan untuk membuat perilaku konsumen menjadi konsumen cerdas dan konsumen bijaksana dan perilaku konsumsinya diarahkan untuk tidak terjebak pada penyakit konsumerisme serta mampu untuk melakukan konsumsi yang bersifat jangka panjang mulai gemar menabung atau diinvestasikan kepada sektor sektor produktif," kata Jokowi.

Selain itu, Jokowi juga menekankan agar masyarakat diajarkan untuk lebih mencintai produk-produk dalam negeri. Sehingga industri nasional dapat berkembang lebih baik dan lapangan kerja juga semakin terbuka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement