Kamis 16 Mar 2017 08:07 WIB

Indef: Surplus Perdagangan Hanya 'Semu'

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Ekspor-impor (ilustrasi)
Ekspor-impor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta untuk fokus kepada pengembangan hilirisasi produk-produk bertujuan ekspor. Hal ini diyakini bisa memberikan nilai tambah terhadap produk yang diekspor. Harapannya, nilai ekspor bisa lebih tinggi dan kinerja perdagangan positif bisa terwujud. 

Peneliti Indef Bhima Yudhistira menilai, perbaikan kinerja perdagangan yang terjadi sejak akhir tahun 2016 hingga saat ini lebih berupa 'surplus semu'. Bhima menjelaskan, surplus yang terjadi saat ini lebih karena laju penurunan impor yang lebih tinggi dibandingkan ekspornya.

Lihat juga: Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 1,32 Miliar Dolar AS

Ruang di antara keduanya lah yang memberikan surplus terhadap kinerja perdagangan Indonesia. Meski positif, Bhima menilai hal tersebut belum bisa menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sehat. 

"Buktinya impor bahan baku industri jatuh kalau dibanding Januari (2017) kemarin. Industri pengolahan masih lesu," ujar Bhima, Rabu (15/3). 

Menurutnya, pembukaan pasar nontradisional yang dilakukan pemerintah memang menjadi salah satu solusi. Pemerintah berniat menyasar pasar-pasar yang selama ini belum begitu disentuh seperti Asia Selatan, Timur Tengah, dan Afrika. 

Namun, Bhima melihat bahwa kerja sama dagang dengan negara-negara nontradisional bakal memerlukan waktu yang tak singkat. "Saya sih cenderung investasi untuk industri pengolahan didorong terus. Untuk tunjang hilirisasi industri. Jadi ekspornya punya nilai tambah," jelas Bhima.  

Ia menambahkan, bila tren kinerja perdagangan dibiarkan seperti ini maka surplus bakal semakin menipis dan hanya akan bertahan hingga kuartal ketiga 2017. Meski begitu, ia tetap menilai bahwa Indonesia memiliki peluang untuk bertahan dari tekanan ekonomi dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement