Senin 06 Mar 2017 17:50 WIB

BI: Pasar Domestik Siap Hadapi Kenaikan Suku Bunga Fed Maret Ini

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyampaikan sambutannya dalam Presidential Lecture di Gedung BI, Jakarta.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menyampaikan sambutannya dalam Presidential Lecture di Gedung BI, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai bahwa secara umum pasar keuangan domestik sudah siap menghadapi kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) pada Maret 2017 ini. Gubernur BI Agus Martowardojo menjelaskan, pihaknya terus melakukan monitoring atas perkembangan persiapan menuju pertemuan FOMC (Federal Open Market Committee) di bulan ini.

Agus menambahkan, mengacu pada pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, Janet Yellen, dan perkembangan terakhir di pasar keuangan AS, maka peluang kenaikan suku bunga acuan The Fed pada Maret ini mencapai 90 persen.

"Secara umum pasar sudah price in (menyesuaikan). Fed Fund Rate akan naik Maret karena komunikasi yang cukup baiuk dan kajian dari pasar yang cukup luas terkait hal itu," jelas Agus di Kementerian Keuangan, Senin (6/3).

Selain itu, Agus juga meyakini bahwa imbas secara makro kepada perekonomian Indonesia tidak akan signifikan. Alasannya, BI masih meyakini kinerja makro ekonomi dan fundamental ekonomi Indonesia cukup kuat untuk menghadapi risiko eksternal termasuk dari kenaikan suku bunga acuan The Fed.

Agus menambahkan, BI tetap menjalankan tugasnya sebagai otoritas moneter untuk menjaga stabilitas rupiah. Artinya, bila terjadi volatilitas tinggi, maka BI akan merespons kondisi tersebut.

"Tapi secara umum kami masih melihat bahwa ekonomi baik. Pertumbuhan, inflasi, neraca pembayaran, transaksi berjalan semua terjaga," katanya.

Agus menilai, kondisi internal yang stabil sudah cukup kuat untuk meredam risiko eksternal yang disumbangkan dari luar. Ia memisalkan satu kasus bahwa Fed Fund Rate dinaikkan dan membuat minat dunia bergeser ke nilai tukar dolar AS dan membuat kurs dolar AS menguat.

Agus meyakini, The Fed masih ingin membatasi penguatan kurs dolar AS menyusul adanya perundingan antara pemerintah AS dan pemerintah Meksiko setelah sebelumnya sempat memanas lantaran kebijakan proteksionisme Trump.

"Jadi kondisi bahwa dolar tidak akan teralu menguat akan juga membawa dampak kepada negaranya, dan akhirnya mata uang negara berkembang lain tidak terlalu jatuh karena penguatan mata uang USD, itu adalah dinamika yang antisipasi," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement