Sabtu 04 Mar 2017 00:35 WIB

Aturan Keterbukaan Informasi Perbankan Sasar Nasabah Asing

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
 Aktivitas pelayanan pembayaran pajak di Kantor DJP Wajib Pajak Besar, Sudirman, Jakarta, Jumat (23/9).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Aktivitas pelayanan pembayaran pajak di Kantor DJP Wajib Pajak Besar, Sudirman, Jakarta, Jumat (23/9).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah berencana menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mendukung partisipasi Indonesia dalam Otomatisasi Keterbukaan Informasi (AEoI) 2018. Nantinya, keterbukaan informasi perbankan akan membantu petugas pajak dalam mengecek rekening wajib pajak yang terindikasi melakukan penghindaran pajak.

Nantinya, tindak lanjut dari kebijakan AEoI akan dibuat revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang mengatur secara rinci soal kewenangan petugas pajak dalam membuka data perbankan wajib pajak domestik atau Warga Negara Indonesia (WNI). Sebagai langkah awal, Perppu yang ditargetkan akan terbit pada April 2017 akan fokus pada data perbankan yang dimiliki oleh nasabah Warga Negara Asing (WNA).

Sederhananya, jurus awal yang diterbitkan pemerintah untuk meyakinkan kompetensi Indonesia dalam AEoI adalah penerbitan Perppu terkait keterbukaan informasi perbankan dan perpajakan. Beleid ini akan fokus pada kepemilikan akun bank oleh WNA.

Tujuannya, bila otoritas pajak Indonesia sudah mampu membuka data perbankan orang asing di bank lokal, maka seharusnya secara resiprokal petugas pajak bisa meminta pemerintah negara lain untuk membuka data perbankan WNI yang menyimpan hartanya di luar negeri.

Sedangkan tindak lanjutnya, setelah Indonesia masuk dalam era AEoI pada September 2018 mendatang, aturan turunan yang berlaku untuk nasabah lokasl akan dijabarkan dalam RUU KUP.

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi menjelaskan, Indonesia sedang bersiap membawa isu soal keterbukaan informasi perbankan ini ke dalam forum G20 di tengah tahun ini. Indonesia, lanjutnya, sedang berjuang untuk membuktikan kemampuannya dalam melakukan pertukaran data perbankan sehingga antarnegara bisa saling membantu dalam menguak kejahatan perpajakan.

Bila Perppu nantinya akan menyasar nasabah asing di Indonesia, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan melengkapinya dengan menerbitkan Peraturan OJK dan Surat Edaran OJK yang membantu Ditjen Pajak mengusut penghindar pajak dalam negeri.

Aturan ini akan mendukung Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) yang sebelumnya sudah disusun bersama dengan Kementerian Keuangan. Skema ini memberikan waktu yang lebih ringkas bagi pemerintah untuk mengecek isi rekening wajib pajak yang terindikasi melakukan pelanggaran perpajakan.

"Perppu untuk luar negeri (WNA) terus aturan lain untuk yang dalam negeri. Nanti Juli akan dibawa ke Jerman (pertemuan G20)," ujar Ken di Kementerian Keuangan, Jumat (3/3).

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menambahkan bahwa sebetulnya ide untuk pertukaran data perbankan sudah dimulai dengan FACTA (Fair and Accurate Credit Transactions Act) antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Pasca kesepakatan itu, lanjutnya, pemerintah kemudian menyiapkan infarstruktur untuk mengembangkan laporan antarbank termasuk melalui OJK.

"Nah pola seperti ini akan kami terapkan untuk AEoI. Lembaga Keuangan akan lapor ke OJK. Setelah itu datanya dilaporkan ke Ditjen Pajak. Nah, selanjutnya, Ditjen Pajak melaporkan ke otoritas pajak bersangkutan," katanya.

Sementara itu Anggota Komisi XI Andreas Eddy Susetyo menilai bahwa hingga saat ini masih belum ada pandangan yang sama antara pemerintah dengan parlemen. Ia beralasan, parlemen sangat hati-hati atas konsep keterbukaan yang bersifat global. Apalagi, keterbukaan informasi menyangkut keamanan nasional. Eddy meminta pemerintah untuk menyiapkan antisipasi teknis yang lengkap terutama dari segi teknologi informasi apabila kebijakan ini benar dijalankan.

"Kita harus selalu berhati-hati dengan konsep-konsep yang dibawa oleh inisiatif-inisiatif global. Karena kepentingan negara tersebut, kepentingan nasional itu adalah di atas segala kepentingannya. Ini kadang-kadang kita kurang menyadari hal ini," ujar dia.

Sebagai gambaran, ide untuk merealisasikan keterbukaan informasi perbankan berawal dari semakin banyaknya tindakan penghindaran pajak yang dilakukan melalui kecanggihan teknologi. Wajib pajak mengelak dari kewajiban perpajakannya dengan skema transaksi keuangan berlapis dan kompleks melalui entitas di luar negeri dan penempatan aset di offshoe financial center.

Tantangan ini membuat negara-negara G20 kemudian memberikan mandat kepada OECD dan Global Forum untuk membangun standardisasi keterbukaan informasi perbankan. Indonesia sendiri memilih bergabung dengan 100 negara lainnya yang menyatakan komitmennya untuk memerangi kejahatan keuangan dan perpajakan melalui AEoI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement