Ahad 26 Feb 2017 17:20 WIB

Legislator: Perbankan Hanya Mudah Beri Kredit ke PNS

Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah
Foto: dok mandala institute
Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Anggota Komisi XI DPR RI Ahmad Najib Qodratullah mengatakan, hingga saat ini masyarakat masih banyak yang terlilit rentenir. Kondisi itu, kata dia, terjadi akibat sulitnya masyarakat memperoleh kredit perbankan.

"Maka diperlukan penguatan lembaga keuangan untuk memberantas praktik-praktik rentenir di daerah. Selain itu, lembaga keuangan berperan penting dalam mensosialisasikan kebijakan perbankan kepada masyarakat,” ujar Najib dalam Seminar Perbankan “Mengenal Dasar-Dasar Perbankan dan Pembiayaan” yang di helat Mandala Institute, Pemuda Pancasila Kabupaten Bandung dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), di Bandung, Sabtu (25/2).

Anggota Fraksi PAN ini menegaskan, masyarakat masih kesulitan untuk mengajukan kredit ke perbankan. Karena merasa sangat ribet untuk mengajukan kredit ke perbankan, ahirnya masyarakat memilih cara cepat dan konsumtif untuk memenuhi kebutuhan uangnya melalui rentenir," tutur Najib.

Legislator asal Dapil Jawa Barat II itu mengatakan, rentenir bisa dihapus dan diberantas, jika perbankan berfungsi dengan baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Perbankan, kata Najib, hanya mudah memberikan kredit ke pegawai negeri sipil (PNS), hanya dengan persayaratan satu lembar SK (surat keputusan) pemohon.

“Sementara kepada masyarakat sangat susah. Padahal, yang punya jaminan saat mengusulkan kredit pinjaman ke bank, ada yang tak melaksanakan kewajiban untuk mengembalikan pinjaman,” ungkap Najib.

Di hadapan ratusan peserta seminar yang merupakan anggota pengurus Pemuda Pancasila se-Kabupaten Bandung ini, secara khusus anggota DPR RI ini juga meminta kepada OJK dan narasumber seminar untuk memberikan materinya yang praktis dan aplikatif sehingga bisa terasa, terserap, dan bermanfaat oleh peserta seminar yang merupakan pekerja di sektor leasing.

Dalam seminar itu, Kabag Bidang IKNB OJK Jawa Barat, Novianto Utomo mengatakan, OJK berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat. Hal itu, lanjut dia, meliputi memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Pakar Ekonomi Syariah, STAIPI Bandung, Dr Latief Awaludin mengupas prinsip-prinsip terkait pembiayaan. Menurut dia, ada lima yang menjadi prinsip, pertama, kepercayaan. Karena kredit berarti kepercayaan, maka hal pemberian kredit (maupun pembiayaaan) haruslah ada kepercayaan dan kreditur bahwa dana tersebut akan bermanfaat bagi debitur dan kepercayaan dan kreditur bahwa debitur dapat mengembalikan dana tersebut.

Kedua, prinsip kehati-hatian. Agar kredit atau pembiayaan, haruslah cukup kehati-hatian dari pihak kreditur dengan menganalisis dan mempertimbangkan semua faktor yang relevan. Ketiga, prinsip sinkronisasi, yakni prinsip yang mengharuskan adanya sinkronisasi antara pinjaman /pembiayaan dengan assets/income, dan debitur.

Keempat, prinsip perbandinga antara pinjaman dengan modal pinjaman dan modal haruslah dalam suatu rasio wajar. Kelima, prinsip perbandingan antara pinjaman dengan aset. "Antara pinjaman dengan aset haruslah dalam suatu rasio wajar," ungkap mantan aktivis Hima Persis ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement