Kamis 23 Feb 2017 20:00 WIB

Ekonom: Aturan Keterbukaan Informasi Bukan Masalah

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Bayar pajak (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supri
Bayar pajak (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali membahas keterbukaan informasi perbankan (Automatic Exchange of Information/AEol) yang rencananya akan dijalankan pada 2018. Hal itu sejalan dengan rencana penerapan Aplikasi Usulan Buka Rahasia Bank (Akasia) dan Aplikasi Buka Rahasia Bank (Akrab) oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pada Maret mendatang.

Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyatakan tidak masalah bila peraturan tersebut dijalankan. "Itu kan aturannya, (rekening) baru bisa dibuka kalau ada kasus pajak," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis, (23/2).

Menurutnya, aturan keterbukaan informasi itu hanya dalam rangka mempercepat waktu pembukaan rekening nasabah yang selama ini butuh waktu berbulan-bulan. Diharapkan, melalui aturan ini, pembukaan rekening bisa dipercepat.

"Selama ini juga kalau terkait kasus pajak juga sesuai UU (Undang-Undang) bisa dibuka oleh Ditjen Pajak, tapi memang saat ini mekanismenya berbelit dan perlu waktu lama. Dengan aturan dan sistem baru diharapkan bisa dipercepat," jelas David.

Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, dalam Undang-Undang Perbankan, data milik nasabah sebenarnya tidak bisa seenaknya diberikan kepada pihak mana pun. Hanya saja, seiring perkembangan saat ini terkait perpajakan, pemerintah akan melakukan upaya agar informasi dari nasabah khususnya warga asing bisa diakses lebih mudah.

OJK sudah memiliki Peraturan OJK (POJK) untuk mendukung keterbukaan informasi itu. Sebagai turunan dari peraturan tersebut, OJK akan mengeluarkan surat bagi nasabah asing agar mereka bersedia memberikan informasi tentang keuangannya yang disimpan di Indonesia untuk keperluan perpajakan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement