REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prasatowo mengingatkan pemerintah agar aturan teranyar soal pelaporan data nasabah dengan batas saldo Rp 200 juta ke atas tidak terkesan menyasar kalangan menengah. Ia menilai, batasan yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 200 juta terlampau rendah, sehingga lebih dari 2 juta rekening akan dilaporkan.
"Ini secara sosio-psikologis kurang bagus, karena terkesan akan menyasar kelas menengah lagi. Bisa-bisa tujuan besar malah tidak tercapai," ujar Yustinus, Selasa (6/6).
Ia menilai, angka Rp 500 juta sebagai batas saldo yang sempat mencuat dalam pembahasan aturan keterbukaan informasi sebetulnya sudah dianggap moderat. Dengan batasan yang jauh lebih rendah yakni Rp 200 juta, lanjutnya, maka ongkos administrasi yang harus dikeluarkan pemerintah juga akan membengkak.
Alasannya, lebih banyak lagi nasabah yang 'terjaring'. "Saya khawatir Ditjen Pajak mengadministrasikan data terlalu banyak, nggak fokus ke target sasaran ya," katanya.
Mulai tanggal 31 Mei 2017 lalu, pemerintah memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70 tahun 2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Beleid tersebut dibuat untuk mengatur lebih rinci mengenai mekanisme pertukaran informasi, sekaligus memastikan bahwa data keuangan yang dipertukarkan tidak disalahgunakan.