Rabu 22 Feb 2017 19:57 WIB

Kemenperin Prioritaskan Pembangunan Industri Petrokimia

Pabrik petrokimia
Foto: Saptono/Antara
Pabrik petrokimia

REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memprioritaskan pembangunan industri petrokimia di dalam negeri dapat dipercepat pada 2017. Sebagai salah satu sektor strategis, industri petrokimia berperan penting untuk memasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, farmasi dan kosmetik.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan hingga kini sudah ada dua perusahaan petrokimia yang telah melaporkan kepada dirinya untuk investasi di Indonesia dalam rangka menambah kapasitas dan membangun pabrik baru. Kedua perusahaan petrokimia yang siap melakukan investasi tersebut ialah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk dan industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan. Dalam rangka peningkatan kapasitas produksi, PT Chandra Asri Petrochemical Tbk selaku industri nasional akan memberikan investasi sebesar 6 miliar dolar AS atau sekitar Rp 80 triliun sampai 2021.

Sedangkan industri petrokimia asal Korea Selatan, Lotte Chemical Titan juga akan segera merealisasikan investasinya sebesar 3 miliar dolar AS atau sekitar Rp 52 triliun untuk memproduksi nafta cracker dengan total kapasitas sebanyak dua juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lainnya.

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono menargetkan investasi di sektor IKTA sepanjang tahun ini dapat mencapai Rp 152 Triliun dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 110 triliun. “Kami optimistis pertumbuhan industri petrokimia nasional dapat naik sebesar 6 persen pada tahun ini. Kalau tahun sebelumnya pertumbuhan industri hanya mencapai 5,2 persen," kata Sigit dalam rilis, Rabu (22/2).

Sigit juga mengungkapkan pembangunan industri petrokimia ini tidak hanya sebagai sektor strategis dalam jangka pendek, karena pembangunannya memerlukan waktu 4 hingga 5 tahun. “Maka itu tahun ini harus sudah mulai persiapan," ucap Sigit.

Ia mengakui ketersediaan gas tidak selalu ada dan dapat diperoleh dengan mudah. Misalnya di Bintuni, meskipun kawasan ini terdapat sumber gas yang potensial untuk mensuplai bahan baku industri petrokimia, namun ketersediaan gas baru akan onstream pada 2021.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement