Rabu 15 Feb 2017 17:30 WIB

BMT Ingin Jadi Penyalur KUR Syariah

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
Baitul Mal wa Tamwil (BMT)
Foto: Republika/Aditya
Baitul Mal wa Tamwil (BMT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyediakan sebanyak Rp 3,4 triliun plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga akhir Semester 1 2017 untuk lembaga pembiayaan atau bank yang ingin menyalurkan. Salah satu koperasi syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT) Mardlatillah berencana mengajukan diri sebagai penyalur KUR pada Maret mendatang.

Ketua Pengurus BMT Mardlotillah, Asep Sudrajat mengungkapkan, pihaknya tengah mempersiapkan perizinan untuk menjadi penyalur KUR syariah. "Kita ada rencana nengajukan, setelah RAT, nanti bulan Maret. Mudah-mudahan bisa Rp 2,5 miliar," ujar Asep pada Republika, Rabu (15/2).

Menurut Asep, dengan ikut menyalurkan KUR ini dapat membantu bisnis BMT. Kendati begitu ada risiko dari skema KUR ini, sehingga diperlukan sosialisasi lebih masif lagi.

"Ada risiko di KUR, yaitu imej masyarakat tentang KUR itu khawatir kurang positif, seperti dianggap hibah,"ungkapnya.

Melalui skema lainnya, yakni modal bergulir dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), kata Asep, belum tentu dapat dinikmati semua BMT. Karena menurutnya dari pengalaman, dana bergulir ada juga yang macet di salah satu perserta program, sehingga tidak lagi bergulir. Untuk itu ia menilai berbagai skema pembiayaan masing-masing memiliki sisi positif dan negatif.

Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Baitul Mal wat Tamwil Indonesia (PBMTI) Joelarso menilai, subsidi bunga KUR atau margin imbal hasil yang diberikan pemerintah hanya cocok diterapkan kepada perbankan. "Kalau masih dengan skema seperti yang sekarang ini, koperasi masih belum bisa ikut menyalurkan KUR," ujarnya.

Joelarso menuturkan, bisnis koperasi mengandalkan dana yang disimpan dari anggota, dan memiliki biaya dana (cost of fund) yang tinggi. Oleh karena itu, akan sulit bagi koperasi menyalurkan kredit dengan bunga murah seperti melalui skema KUR.

"Di koperasi nggak mungkin karena cost of fund di koperasi tinggi. Melemparnya kalau bunga rendah, koperasi malah menghancurkan pasar sendiri. Padahal tidak semua anggota bisa dikasih KUR. Jadi pasar mikro malah hancur," tutur Joelarso.

Namun menurut Joelarso hal tersebut dapat terlaksana apabila skema pembiayaan yang dilakukan menggunakan dana bergulir yang diberikan pemerintah, bukan sekedar subsidi bunga. Untuk itu, ia meminta pemerintah agar menambah modal LPDB serta segera membentuk unit syariahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement