Rabu 08 Feb 2017 02:38 WIB

Pengamat: Kinerja Perbankan Membaik Sejak Diawasi OJK

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Budi Raharjo
Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Logo Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kinerja industri perbankan sejak masuk dalam pengawasan OJK pada awal 2014 menunjukkan kondisi pertumbuhan stabil. Hal itu ditandai  dengan meningkatnya aset, permodalan, daya tahan dan kondisi likuiditas.

Kinerja perbankan pun dinilai semakin terjaga berkat pengawasan OJK. “Peran otoritas yang signifikan ialah supervisi untuk perbankan. Sehingga kinerja bank sehat meskipun di tengah perlambatan ekonomi. Walaupun memang rasio NPL meningkat tapi kinerja terjaga," ujar Pengamat Ekonomi Andry Asmoro, Selasa, (7/2).

Ia menambahkan, kinerja OJK terlihat dari tidak adanya bank yang kolaps karena debitur gagal. Menurutnya, sejak diawasi OJK kinerja industri perbankan dalam kondisi baik, meski kondisi ekonomi global belum membaik.

Total aset perbankan sampai Desember 2016 mencapai Rp 6.730 triliun meningkat dibanding posisi 2014 sebesar Rp 5.615 triliun. Sedangkan rasio kecukupan permodalan (CAR) meningkat dari posisi 19,57 persen di Desember 2014 menjadi 22,91 persen pada Desember 2016.

Rasio modal inti (tier 1) juga meningkat dari 18,01 persen pada 2014 menjadi 21,18 persen pada akhir 2016. Meningkatnya CAR dan modal inti menunjukkan membaiknya kualitas bank dalam menyerap risiko-risiko yang muncul.

Kondisi likuiditas perbankan juga berada dalam posisi  membaik dengan melihat loan to deposit ratio (LDR) yang mencapai 90,70 persen atau meningkat dibanding posisi Desember 2014 sebesar 89,42 persen. “Kondisi perbankan memiliki tantangan untuk menjaga kualitas aset. Khususnya sejak 2016, karena kenaikan NPL namun dari sisi likuiditas di 2016 tercatat masih lebih baik dari 2015,” ujarnya.

Sedangkan untuk kredit meski pertumbuhannya melambat, namun tingkat suku bunga kredit menunjukkan tren penurunan. Nilai kredit perbankan pada 2014 sebesar Rp 3.674 triliun, sementara pada 2016 menjadi sebesar Rp 4.377 triliun. “Pertumbuhan kredit memang sengaja di rem bank karena mengejar kualitas aset,” tutur Andry.

Ia menyebutkan, rata-rata suku bunga kredit perbankan menurun dari posisi 12,92 persen di 2014 menjadi 12,17 persen di 2016.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement