Selasa 07 Feb 2017 14:21 WIB

Puluhan Perusahaan Layangkan Gugatan Terhadap Perintah Eksekutif Trump

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Winda Destiana Putri
Donald Trump
Foto: EPA/Peter Foley
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Sebanyak 97 perusahaan, mulai dari Apple hingga Zynga, mengajukan gugatan hukum terhadap perintah eksekutif Presiden Donald Trump terkait larangan imigrasi. Gugatan yang diajukan pada Ahad (5/2) ke Ninth Circuit Court of Appeals itu menekankan pentingnya imigran bagi perekonomian dan kehidupan sosial di AS.

Perusahaan-perusahaan itu pada awalnya merencanakan untuk mengajukan gugatan pekan depan. Namun, pengajuan dipercepat setelah beberapa gugatan lainnya juga diajukan untuk menolak perintah eksekutif Trump.

Perusahaan teknologi yang ikut berpartisipasi di antaranya, Airbnb, Facebook, Google, Intel, Netflix, Snap, dan Uber Technologies. Sedangkan perusahaan di luar teknologi yang ikut menandatangani gugatan di antaranya Levi Strauss & Co dan perusahaan pembuat yoghurt, Chobani.

"Imigran menciptakan banyak penemuan besar bagi bangsa, juga mendirikan perusahaan-perusahaan inovatif yang menjadi ikon negara. Amerika telah lama mengakui pentingnya melindungi diri dari pihak yang membahayakan. Tetapi Amerika melakukannya dengan tetap menjaga komitmen dasar untuk menyambut imigran, melalui peningkatan pemeriksaan keamanan terhadap orang yang ingin masuk ke negara kita," tulis gugatan hukum itu, dilansir dari The Independent.

Pada Jumat (3/2), hakim federal AS, James Robart, mencabut sementara larangan imigrasi yang dikeluarkan Trump. Ia membebaskan pengungsi dan pemegang visa dari tujuh negara mayoritas Muslim untuk masuk ke AS. Pengadilan telah menolak banding yang diajukan untuk mengembalikan keputusan pembatasan imigrasi pada akhir pekan lalu.

Industri teknologi merupakan pihak yang paling lantang menentang kebijakan imigrasi Trump. Bloomberg News melaporkan, sebelumnya beberapa perusahaan teknologi besar, termasuk Microsoft dan Alphabet, berencana menandatangani sebuah surat terbuka kepada Presiden Trump.

Mereka menyatakan keprihatinan terkait kebijakan pembatasan imigrasi dan menawarkan bantuan untuk memperbaiki kebijakan itu, serta kebijakan-kebijakan lainnya. "Kami ingin mencapai tujuan Anda untuk memastikan sistem imigrasi negara dapat memenuhi standar keamanan dan membuat negara kita aman. Kami khawatir, perintah eksekutif Anda baru-baru ini akan mempengaruhi banyaknya pemegang visa yang bekerja keras di Amerika Serikat dan berkontribusi untuk kesuksesan negara kita," tulis surat itu.

CEO Uber, Travis Kalanick, memutuskan untuk mengundurkan diri dari dewan penasihat bisnis Presiden Trump. Keputusan itu diambil setelah Uber mendapat kritik dari pelanggan dan sopir karena dianggap mendukung kebijakan pembatasan imigrasi Trump.

Partisipasinya sebagai dewan penasihat Trump bersama lebih dari selusin pemimpin perusahaan AS lainnya, mendapat kecaman di media sosial setelah Trump mengeluarkan perintah eksekutif kontroversialnya itu. Tanda pagar (tagar) #DeleteUber seketika ramai di jejaring sosial Twitter, dan menguntungkan rivalnya, Lyft. "Imigrasi dan keterbukaan untuk pengungsi adalah bagian penting dari kesuksesan negara kita dan kesuksesan Uber. Ada banyak cara yang akan terus kita melakukan untuk mengubah kebijakan itu. Perintah eksekutif menyakiti banyak orang di seluruh Amerika," tulis Kalanick dalam surel resmi kepada karyawannya, yang diperoleh Bloomberg.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement