Kamis 26 Jan 2017 20:37 WIB

Pemerintah Dorong Pemanfaatan Batu Bara Kalori Rendah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Aktivitas penambangan batu kapur di kawasan Kars Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Senin (16/1).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aktivitas penambangan batu kapur di kawasan Kars Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, Senin (16/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah gencar meningkatkan pemanfaatan batu bara kalori rendah, salah satunya untuk industri petrokimia. Kalori di bawah 2 ribu kilo kalori per kg yang terkandung di dalam batu bara jenis ini diyakini memberikan efisiensi dalam pengolahan industri petrokimia. Apalagi, harganya lebih murah dibanding batu bara kalori tinggi yang selama ini ditambang.

Airlangga menambahkan, negara seperti Jerman sebelumnya sudah memanfaatkan batu bara jenis ini untuk industri petrokimianya. Hal itulah yang menjadikan Jerman memiliki industri petrokimia yang efisien, dengan bahan baku yang murah tanpa mengurangi kualitas produk.

"Bahkan di Jerman itu industri power plant berbasis batubara dianggap clean coal industry di mana mereka bisa menghasilkan batubara dengan kalori terendah dan kapasitas 1,6 gigawatt, atau 2 x 800 megawatt," ujar Airlangga, dalam CIMB Niaga Economic Forum 2017, Kamis (26/1).

Proyek Listrik Batu Bara Milik PT TPI Capai Kesepakatan Pembiayaan

Pemerintah, lanjut Airlangga, juga ingin mengubah stigma yang kadung tertanam di masyarakat bahwa batu bara adalah sumber energi yang "kotor". Di Eropa dan Australia batu bara justru dimanfaatkan untuk menghasilkan energi bersih.

"Jadi kita juga jangan kena kampanye dari luar bahwa batubara itu kotor. Batubara itu bisa bersih, dan bahkan gasifikasi syngas-nya untuk methanol dan yang lain itu mereka bisa keluar syngas-nya dengan harga 4 sen," ujar Airlangga.

Upaya pemerintah untuk menggalakkan pemanfaatan batu bara kalori rendah sejalan dengan target bauran energi baru terbarukan hingga 25 persen di tahun 2023. Pertumbuhan infrastruktur energi yang cepat sangat dibutuhkan untuk menunjang kelancaran pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat.

Rasio elektrifikasi Indonesia pada 2015 mencapai 88,5 persen dan target elektrifikasi pada 2016 sebesar 90 persen. Pemerintah melalui program 35 ribu MW menargetkan rasio elektrifikasi Indonesia sampai 2024 sebesar 99,4 persen. Berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016 – 2025, pembangkit listrik energi batu bara masih menjadi kontributor terbesar dalam bauran energi sampai dengan 2025, yakni sebesar 50 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement