Rabu 11 Jan 2017 05:04 WIB

Guru Besar IPB: Hama Musuh Utama Tanaman Cabai

Rep: Santi Sopia/ Red: Budi Raharjo
Cabai merah
Foto: Antara
Cabai merah

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Elizabeth Sri Hendrastuti menyatakan faktor kegagalan panen cabai bisa dikarenakan gangguan virus, iklim maupun karena varietas cabai itu sendiri yang lemah. Namun, masalah utama petani cabai biasanya disebabkan hama dan penyakit.

"Petani umumnya menggunakan pengendalian secara kimiawi, pestisida walaupun efektivitas tak terlalu tinggi. Justru secara kimiawi ini lebih banyak negatif baik untuk lingkungan, petani maupun tanamannya sendiri," kata Elizabeth.

Menurut Elizabeth, sesuai penanganan terpadu, cara kimiawi justru harus dijadikan opsi paling akhir. Hal ini apabila berbagai metode sudah tidak dimungkinkan lagi.

Ia menjelaskan, pengamatan harus dilakukan sebelum masalah muncul. Petani harus bisa melihat tanda-tandanya. Kemudian, mengetahui peramalan cuaca, iklim sehingga dapat dilakukan pengendalian hayati. Kemudian tidak lupa membersihkan gulma.

Ia mengatakan, penggunaan bibit tanaman yang sehat dan bebas dari penyakit merupakan langkah awal untuk menekan perkembangan penyakit sejak dini. Idealnya produksi bibit yang sehat dilakukan di lokasi yang terisolasi dari daerah epidemi.

Menurutnya, cara ini terbukti efektif menunda munculnya penyakit di lapangan. Selain itu penggunaan mulsa plastik, pola tanam tumpang sari, rotasi tanaman dan penanaman tanaman pembatas pinggir juga bisa menghindari penyakit.

"Sedangkan agar cabai terhindar dari penyakit, bisa dilakukan upaya seperti menanam pesemaian, jadi lahan atau tanahnya ditutupi kain (mulsa) ini langkah melindungi bibit. Juga sebagai fungsi proteksi dari serangga serta harus ada border atau pembatas," katanya.

Aplikasi insektisida paling sering diterapkan oleh petani cabai untuk mengendalikan populasi serangga walaupun tergolong mahal dan efektifitasnya masih rendah. “Cara yang paling efektif adalah dengan menanam varietas yang tahan penyakit ini. Sayangnya hingga saat ini belum ada varietas cabai komersial yang memiliki sifat ketahanan terhadap penyakit daun keriting kuning,” ujarnya.

Meski demikian, ada beberapa varietas yang menunjukkan respon tertundanya kemunculan gejala dan keparahan penyakit yang tergolong rendah. Fakta ini menjadi indikasi kemungkinan adanya respon ketahanan terhadap penyakit daun keriting kuning pada genotip cabai.

Cara lainnya adalah melalui rekasaya genetik. Namun, cara ini belum menjadi pilihan karena masih diyakini bahwa gen ketahanan terhadap penyakit daun keriting kuning dapat diidentifikasi dari genotip cabai.

Ia menamnahkan, metode pengendalian penyakit pada tanaman harus bersifat preventif. Penyakit yang sudah berkembang dan meluas di suatu daerah akan lebih sulit dikendalikan dibandingkan apabila insiden penyakit masih di satu lokasi.

Salah satu serangan penyakit yang terjadi pada tanaman termasuk cabai adalah penyakit daun keriting kuning. Epidemi penyakit daun keriting kuning pada cabai berpengaruh sangat nyata terhadap produktivitas cabai di Indonesia. Distribusi penyakit yang meluas masih terus berlangsung karena efek perubahan iklim global.

Penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor biotik dan abiotik. Keberhasilan pengendalian penyakit ini sangat tergantung pada pengelolaan serangga vektor dan memadukan beberapa strategi pengendalian.

Kutukebul B tabaci merupakan satu-satunya serangga vektor bagi penyakit daun keriting kuning pada cabai. Satu ekor B Tabaci sudah mampu menularkan penyakit, sehingga penularan penyakit meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah Kutukebul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement