Rabu 28 Dec 2016 04:41 WIB

Pengamat: Data tidak Akurat Sebabkan Kebijakan Pangan yang Salah

Rep: Singgih Wiryon / Red: Budi Raharjo
Petani jagung melakukan aksi unjuk rasa menolak kebijakan jagung impor.
Foto: Antara/Irsan Mulyadi
Petani jagung melakukan aksi unjuk rasa menolak kebijakan jagung impor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Pertanian IPB, Dwi Andreas Santosa menjelaskan, kebijakan pangan pemerintah Indonesia dalam dua tahun terakhir mengalami masalah. Menurut Dwi, masalah utama yang sedang dihadapi adalah tidak akuratnya data yang ada di pemerintah dengan fakta yang ada di lapangan.

"Kebijakan pangan kita di dua tahun terakhir ini memang bermasalah, terutama permasalahannya adalah data. Karena data tidak akurat, data produksi tidak akurat, katakanlah terkait daging, data populasi sapi juga tidak akurat," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (27/12).

Dwi juga menyinggung kebijakan pemerintah terkait tidak cocoknya data di lapangan sehingga pemerintah salah mengambil kebijakan. "Seperti misalnya, tiba-tiba ada pembatasan impor jagung dengan asumsi produksi jagung di Indonesia sudah berlebihan, tapi kenyataan yang terjadi di lapangan tidak demikian," terangnya.

Dwi melanjutkan, kesalahan kebijakan tersebut menyebabkan ledakan harga jagung dan kebijakan impor gandum melonjak tinggi untuk menggantikan jagung sebagai pakan ternak di tahun 2016. "Jadi itu dalam arti problem terbesar adalah di data. Ketika data ini tidak akurat, ada kepentingan di dalam produksi data tersebut, kebijakan pangan akan bermasalah," ujarnya lagi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement