REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ekonom Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih menilai adanya penyederhanaan nominal mata uang rupiah atau redenominasi dapat memicu inflasi. Hal ini dapat terjadi apabila masyarakat tidak terbiasa menggunakan uang nominal kecil.
Dalam penyederhanaan mata uang, direncanakan tiga angka 0 dihapuskan, misalnya Rp 1.000 menjadi Rp 1. Selain itu, direncanakan akan ada uang pecahan kecil dalam bentuk sen.
"Kalau masyarakat tidak terbiasa menggunakan uang pecahan kecil nanti ada membayar dengan pembulatan ke atas. Ini akan memicu inflasi," ujar Lana pada Republika.co.id, Senin (19/12).
Lana menuturkan, saat ini masyarakat tidak terbiasa menggunakan uang pecahan kecil. Bahkan kembalian saat berbelanja pun lebih banyak yang menggunakan uang kertas. Untuk itu diperlukan sosialisasi dan edukasi agar masyarakat mau terbiasa menggunakan receh.
Selain itu, perlu diperhatikan adanya pembulatan uang ke bawah atau ke atas. Sebab, nominal uang dalam bentuk desimal akan cukup membingungkan masyarakat. "Di Australia ada pembulatan harga ke bawah. Itu perlu dibahas juga, apakah ada pembulatan harga ke bawah atau ke atas," katanya.
Redenominasi ini dinilainya dapat mendorong cashless society atau masyarakat tanpa uang tunai namun hanya di kota-kota besar. Maka dari itu kemungkinan munculnya inflasi besar. Untuk itu, Lana menilai penting klausul dalam undang-undang yang menyebutkan rencana redenominasi ini dapat dilakukan apabila inflasi tercapai stabil dan rendah. Sehingga apabila kondisi inflasi ternyata tidak memungkinkan, rencana ini pun harus ditunda sementara hingga kondisi ekonomi stabil.
Menurut Lana, waktu yang memungkinkan dilaksanakan kebijakan ini sejak undang-undang dibentuk yakni selama minimal delapan tahun. Apabila disetujui pada Prolegnas 2017 maka setelah pembentukan UU-nya, BI dapat melakukan persiapan untuk transisi penyederhanaan mata uang hingga sekitar tahun 2025."Tapi ini boleh saja, bukan satu hal yang blocking. Hanya saja perlu waktu lebih lama untuk pelaksaannya," katanya.
Sebelumnya DPR-RI memutuskan untuk tidak memasukkan RUU Redenominasi ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas pada 2017. Kendati begitu, Bank Indonesia dan pemerintah masih berkoordinasi agar RUU ini segera dibahas oleh legislator.