Sabtu 17 Dec 2016 04:26 WIB

Gapensi Berharap tak Ada Lagi Kriminalisasi pada Pelaksana Konstruksi

Rep: Frederikus Bata/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) menyerahkan salinan pandangan akhir pemerintah kepada pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah (tengah) dan Taufik Kurniawan (kanan) terkait RUU Jasa Konstruksi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/12).
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kiri) menyerahkan salinan pandangan akhir pemerintah kepada pimpinan rapat paripurna Fahri Hamzah (tengah) dan Taufik Kurniawan (kanan) terkait RUU Jasa Konstruksi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (15/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi akhirnya disahkan menjadi UU. Gabungan Pelaksana Kontsruksi Indonesia (Gapensi) menyambut baik pengesahan itu. Gapensi berharap, tak ada lagi aksi kriminalisasi terhadap pelaksana konstruksi di Tanah Air.

 

“Kami sambut baik, semoga tidak ada lagi aksi sepihak berupa kriminalisasi kepada pelaksana konstruksi,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gapensi H Andi Karumpa lewat siaran pers, Jumat (17/12.

Andi mengatakan, pihaknya telah mengawal dan memberikan masukan atas RUU ini sejak dua tahun lalu dan kemudian disahkan menjadi UU. Aturan ini terdiri dari 14 Bab, 106 pasal dan telah melalui harmonisasi dengan peraturan sektor lain, seperti UU Nomor 11/2014 tentang Keinsinyuran, UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Nomor 23/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan aturan terkait lainnya.

 

Dia mengatakan, terdapat delapan poin penting dalam UU ini. Namun pihaknya, menekankan pentingnya adanya perlindungan hukum kepada pelaksana konstruksi.

“Jadi, dalam UU ini tidak boleh ada lagi pihak-pihak yang berupaya menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi lalu mengganggu proses pembangunan. Di sini ada perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi,” ujar Andi.

 

Ia meminta Penegak hukum perlu memahami dalam UU ini tidak terdapat klausul kegagalan pekerjaan konstruksi, tetapi hanya ada klasul kegagalan bangunan. “Hal ini sebagai perlindungan antara pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi, sehingga tidak bisa lagi ada pihak-pihak yang sengaja mencari-cari kesalahan pelaksana konstruksi,” tutur Andi memaparkan.

Poin penting lainnya yang digarisbawahi Gapensi adalah pengaturan rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan.”Ketersediaan bahan baku, material konstruksi perlu dirancang ketersediaanya, sebab ini menyangkut daya saing pelaksana konstruksi, utamanya yang usaha kecil dan menengah,” ujar dia.

 

Memasuki pasar bebas Asean, UU ini juga mengatur badan usaha asing yang beroperasi di Indonesia. Hal ini diarahkan agar pelaksana konstruksi lokal dapat menjadi menjadi pelaku di daerahnya sendiri. “Kita tidak ingin jadi penontong di kampung kita sendiri, sementara asingnya leluasa membawa modal dan kekuatannya sendiri,” ucap Andi.

 

Menurut Andi sosialisasi atas UU ini hingga ke daerah-daerah penting diperkuat. “Tinggal sosialisasi ke penegak hukum, pengusaha, pemerintah daerah, dan stake holders sampai ke daerah ini penting, agar pengusaha tidak ragu lagi dalam menjalankan tugasnya mengerjakan pengerjaan konstruksi,” tandas Andi.

 

Andi menambahkan, revisi UU ini akan terus berjalan, mengingat perkembangan jasa konstruksi di Tanah Air akan berlangsung dinamis ke depan.  Misalnya bagaimana menghadapi berbagai perubahan  rantai pasok, system delivery dalam sistem pengadaan barang dan jasa serta mutu konstruksi yang terus berkembang. “Kita amati saja dilapangan,” ujarnya.

Frederikus Bata

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement