REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren penurunan imbal hasil surat utang negara (SUN) dinilai masih ada. Hal itu terjadi meski situasi global meminta imbal hasil tinggi.
Analis Riset Samuel Sekuritas Rangga Cipta mengatakan, imbal hasil surat utang global mulai mengembalikan tren naiknya setelah ECB yang cenderung ragu-ragu menambah stimulusnya.
"Ditambah dengan harga minyak mentah yang mulai naik tajam, imbal hasil global juga mendapatkan alasan tambahan untuk naik lagi,"ujar Rangga, di Jakarta, Selasa (13/12).
Rangga menuturkan, fokus saat ini tertuju pada rapat FOMC yang akan disimpulkan pada Kamis dini hari mendatang yang diperkirakan menaikkan FFR target sebesar 25 basis points. Dampak terhadap imbal hasil SUN diperkirakan positif tetapi cenderung temporer jika the Fed tidak melakukan suatu hal yang terlampau agresif atau hawkish.
Di sisi lain, fokus domestik tertuju pada realisasi APBN dan defisit yang dicapai. Dengan pendapatan pajak yang masih rendah hingga November 2016 dan dorongan pendapatan tax amnesty periode II yang masih di bawah ekspektasi pemerintah, kemungkinan defisit APBN per PDB yang mendekati tiga persen menjadi lebih besar.
"Hal tersebut menjadi tambahan sentimen negatif untuk SUN," katanya.