REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 mendatang terdorong oleh membaiknya harga komoditas perdagangan internasional. Economic Advisor and Oxford Economics Lead Economist ICAEW Priyanka Kishore menilai, Indonesia masih memiliki prospek pertumbuhan yang relatif lebih baik dibanding negara-negara lainnya di Asia Tenggara.
Terlebih, dinamika ekonomi global yang terkena pengaruh ketidakpastian kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan perlembatan ekonomi Cina ikut berpengaruh pada pertumbuhan dalam negeri. Priyanka juga menilai pemotongan suku bunga oleh Bank Indonesia di bulan September dan Oktober tahun ini pun akan mendukung pembelanjaan pada sektor swasta di tahun 2017.
Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi domestik tahun depan juga didukung oleh pertumbuhan ekonomi ASEAN yang masih positif. Dengan naiknya harga komoditas, Indonesia sebagai produsen juga memiliki kesempatan untuk mendongkrak pertumbuhan.
"Di ASEAN, Indonesia merupakan satu-satunya negara yang merasakan inflasi pada harga grosir tahunan, yang masih jelas berada di wilayah positif. Daya penetapan harga seharusnya dapat perlahan-lahan memulih pada kuartal-kuartal berikutnya berkat biaya-biaya sektor energi yang lebih stabil," ujar Priyanka dalam sebuah diskusi di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (8/12).
Ia menambahkan, daya penetapan harga seharusnya dapat pulih secara perlahan pada kuartal pertama tahun depan berkat biaya-biaya sektor energi yang lebih stabil dan deteksi awal harga yang naik di Cina yang merupakan pasar tujuan ekspor utama Indonesia. Dengan demikian, hal ini akan mendukung kepercayaan diri bisnis manufaktur.
"Dengan begitu, bisnis-bisnis pun tetap harus waspada atas berbagai risiko permintaan, terutama dengan menurunnya pertumbuhan di Tiongkok. Tapi dengan pemulihan harga komoditas ini, akan mendukung ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen pada tahun 2017," kata dia.