REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyebutkan, Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan November 2016 mencatat inflasi sebesar 0,47 persen (mtm). Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK secara kumulatif (Januari - November) dan tahunan masing-masing mencapai 2,59 persen (ytd) dan 3,58 persen (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menjelaskan, peningkatan inflasi IHK bulan ini sesuai dengan pola historis menjelang akhir tahun. Inflasi pada bulan November terutama bersumber dari inflasi komponen volatile food (VF). Inflasi komponen VF tercatat sebesar 1,84 persen (mtm) atau secara tahunan mengalami inflasi sebesar 9,14 persen (yoy).
"Inflasi VF secara bulanan tersebut terutama bersumber dari kenaikan harga cabai merah, bawang merah dan cabai rawit yang antara lain dipengaruhi oleh terbatasnya pasokan di sentra produksi cabai di Sumatra," ujar Tirta, Kamis (1/12).
Sementara itu, inflasi komponen inti sedikit meningkat sebesar 0,15 persen (mtm) atau 3,07 persen (yoy), sejalan dengan melemahnya nilai tukar rupiah. Peningkatan inflasi inti tersebut tertahan oleh masih terbatasnya permintaan domestik dan terkendalinya ekspektasi inflasi.
Kelompok administered prices (AP) tercatat mengalami inflasi yang lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu sebesar 0,13 persen (mtm) atau secara tahunan mengalami inflasi sebesar 0,09 persen (yoy). Inflasi AP bersumber dari kenaikan harga rokok kretek filter, bensin dan rokok kretek.
Tirta mengatakan, ke depan inflasi diperkirakan tetap terkendali dan pada akhir tahun diperkirakan sekitar 3,0-3,2 persen atau berada di batas bawah kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4±1 persen.
"Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus dilakukan, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok seiring peningkatan permintaan menjelang akhir tahun, serta menjaga ekspektasi inflasi," ujarnya.