Rabu 30 Nov 2016 10:56 WIB

Nasabah Bank Diminta tak Perlu Khawatir Isu Rush Money

Red: Ilham
Penarikan uang di bank (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Penarikan uang di bank (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat ekonomi Dr. Thomas Ola Langoday mengatakan, para nasabah bank atau lembaga keuangan lainnya tidak perlu merasa khawatir dengan isu penarikan uang secara massal (Rush Money) menjelang aksi 2 Desember 2016. "Karena hanyalah berita bohong (hoax) yang disebarkan orang-orang tidak bertanggungjawab," kata Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang itu, Rabu (30/11).

Imbauan agar nasabah tidak perlu khawatir dengan isu Rush Money tersebut tergambar dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada pada level di atas 5 persen, ketika negara lain di bawah itu dengan inflasi kisaran 3 persen.

Atau dalam konteks lokalan Ekonomi Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai dengan Triwulan III 2016 tumbuh 5,19 persen (c-to-c) dengan pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan Usaha listrik dan gas sebesar 14,35 persen.

Sementara, ekonomi NTT triwulan III-2016 terhadap triwulan III-2015 tumbuh 5,14 persen (y-on-y). Bukan cuma itu, menurut dia, kenaikan capital inflow ke Indonesia yang mencapai ratusan triliun rupiah dapat menjadi sentimen positif bagi nilai tukar rupiah.

Hal itu (capital inflow) disebabkan oleh instrumen investasi di pasar modal, obligasi, dan Surat Berharga Negara (SBN) yang meningkat. Apalagi, kata Langoday, dengan sudah disahkan UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty), dirinya optimistis arus modal asing yang masuk ke Tanah Air akan semakin banyak.

"Kalau tadi didiskusikan tentang tax amnesty, kita masih merasa sepanjang tahun ini, kuartal empat ada sumber dana masuk yang cukup kuat," katanya.

BI, katanya, telah memperkirakan, hingga akhir tahun ini, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berada pada kisaran Rp 13.000 lebih per dolar AS. "Dengan kondisi sekarang ada di kisaran Rp 13.090-Rp13.095, akan membuat rata-rata nilai tukar Rp 13.000 per dolar AS," katanya.

Sementara itu, untuk 2017, BI memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan berada di kisaran Rp 13.300-Rp 13.600 per dolar AS. Program Tax Amnesty diyakini dapat membantu menarik arus modal asing ke dalam negeri.

"Program Tax Amnesty yang akan membawa dana masuk ke Indonesia dalam bentuk repatriasi, membuat ketersediaan valas cukup besar," katanya.

Berdasarkan kajian BI, dengan dukungan pengampunan pajak, secara baseline pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 dapat mencapai 5,3 persen dan 5,7 persen pada 2017. "Baseline kita, penerimaan negara dalam bentuk tebusan dalam dan luar negeri Rp 55 triliun dan repatriasi di kisaran Rp 500 triliun, lalu mengapa harus kuatirkan hal yang tidak benar," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement