REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah meyakini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akan pulih pekan depan. Nilai tukar rupiah sempat anjlok hingga Rp 13.865 per dolar AS pada Jumat (11/11) lalu. Namun, kondisi ini perlahan membaik setelah Bank Indonesia melakukan intervensi pasar.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus menilai membaiknya nilai tukar rupiah dibangun dengan keyakinan bahwa fundametal ekonomi Indonesia masih baik.
"Kami masih percaya bahwa penurunan nilai tukar kemarin efek sementara. Mudah-mudahan akan membaik pekan depan," kata Bobby, Ahad (13/11).
Sementara itu, analis dari Indosurya Securities William Surya Wijaya menilai bahwa pekan depan rupiah menawarkan suatu optimisme. Ia memproyeksikan, nilai tukar rupiah bisa merangkak membaik di level Rp 13.300-13.400 per dolar AS. William beralasan, pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) tentang kinerja ekspor impor bisa saja memberikan pengaruh terhadap penguatan rupiah. Artinya, apabila neraca perdagangan kembali surplus seperti sebelumnya, maka peluang penguatan rupiah akan semakin besar. Hal ini, lanjutnya, tentu lepas dari rekasi pasar atas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dalam pemilihan pekan lalu.
"Kalau misalnya surplus, dan itu tinggi, itu bisa membantu rupiah ke sentimen yang positif. Sebetulnya fundamentalnya masih cukup stabil dan fluktuasinya juga wajar," katanya.
William juga beranggapan bahwa ada baiknya pemerintah meredam analisis-analisis yang berkaitan dengan efek Trump terhadap ekonomi dunia. Asalannya, ketakutan yang timbul justru hanya akan memicu pelemahan lanjutan. Padahal, ia yakin bahwa fundamental ekonomi nasional masih dalam taraf yang sehat.
"Jadi kalau ada analisis-analisis soal Trump itu sebaiknya dikurangi. Agar kita tidak dibiasakan oleh ketakutan yang berlebihan dan membuat efek yang kurang baik terhadap kondisi makro kita," ujar William.