REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan proses izin lingkungan dapat diajukan kembali oleh PT Semen Indonesia. Pro dan kontra mengenai penghentian operasi PT Semen Indonesia di Rembang, Jawa Tengah bisa usai jika perusahaan tersebut mengajukan pengajuan ulang izin lingkungan yang baru.
"Namanya dimitigasi. Kalaupun sudah berkekuatan hukum tetap, masih ada jalan yang ditempuh yaitu mitigasi ulang terhadap apa yang jadi masalah," ujar Direktur Jenderal Planalogi dan Tata Kelola Lingkungan KLHK San Afri Awang, di Jakarta, Senin (31/10).
Hal tersebut dikemukakan Awang menanggapi polemik yang terjadi pada keberadaan pabrik Semen Indonesia, di Rembang, Jawa Tengah. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) pada 5 Oktober lalu telah mengabulkan gugatan izin lingkungan yang dilakukan sekelompok warga penolak pembangunan pabrik Semen Indonesia.
Menanggapi gugatan tersebut, Awang menuturkan, dokumen izin lingkungan sebelumnya sudah pasti dilakukan penilaian oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Jawa Tengah. Tentu saja izin lingkungan, terkait keberadaan Semen Indonesia, diterbitkan oleh Gubernur Jawa Tengah karena dianggap telah memenuhi kelayakan.
"Ada namanya tim penilai Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Tim itu dari pusat dan daerah. Untuk kasus Semen Indonesia, tim penilainya dari BLHD Provinsi Jawa Tengah. Kalau dokumen Amdal layak, maka dikeluarkan izin lingkungan oleh Gubernur," ucap Awang.
Begitu juga nantinya, kata Awang, bila pengajuan izin lingkungan yang baru telah dilakukan, maka yang berwenang menetapkan pabrik Semen Indonesia dilanjutkan adalah pemerintah daerah setempat. Sedangkan kewenangan KLHK adalah pada pengawasan lingkungannya setelah pabrik Semen Indonesia beroperasi.
Pabrik Semen Indonesia diketahui telah merampungkan 95 persen proses pembangunannya di areal lahan seluas 55 hektar. Ditargetkan pabrik semen tersebut pada tahun 2017 telah dapat beroperasi. Pabrik Semen Indonesia diperkirakan menelan biaya investasi sebanyak Rp 4,5 triliun dan mampu beroperasi selama 130 tahun serta mayoritas sahamnya dimiliki Indonesia.