Kamis 27 Oct 2016 14:30 WIB

Besaran Simpanan untuk Tapera akan Diatur Peraturan Pemerintah

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nur Aini
Perumahan (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Perumahan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mochamad Basuki Hadimuljono mengatakan jumlah simpanan yang menjadi syarat bagi buruh untuk mendapatkan pembiayaan perumahan melalui Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) akan diatur dalam peraturan pemerintah.

Ia mengaku Undang-Undang Tapera merupakan inovasi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi masyarakat yang membutuhkan. Inovasi yang dimaksud Basuki, di antaranya soal perizinan dan pembiayaan.

Ia menerangkan lebih dari 7 juta masyarakat berpenghasilan rendah membutuhkan rumah. Dengan adanya Tapera, ia harapkan kebutuhan itu bisa terpenehi. "Kalau inovasi tentu ada yang pro kontra, bukan menolak tapi mempertanyakan," kata Basuki di Hotel Sahid, Jakarta, Kamis (27/10).

Dasar pertanyaan, menurut dia, terletak pada besaran simpanan pembangunan rumah tersebut. Karena dalam UU hal itu belum disebutkan. Sementara uang muka untuk pembiayaan perumahan sekitar Rp 4 juta. "Nanti di atur dalam Peraturan Pemerintah untuk merumuskan besaran-besaran simpanan," ujarnya.

Basuki mengatakan demi mengimplematasikan kebijakan tersebut, pemerintah akan membentuk komite Tapera. Konsepnya sudah dipegang Presiden Joko Widodo untuk ditandatangani. Komite ini terdiri dari lintas sektoral, antara lain Kemenpupera, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Otoritas Jasa Keuangan, dan Profesional.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani menilai UU tersebut di satu sisi pro rakyat, di sisi lain memberatkan dunia usaha. "Dengan adanya UU Tapera, membantu dari segi pembiayaan jangka panjang perumahan, tapi juga menjadi kendala untuk dunia usaha, karena akan ada dana tambahan," kata Rosan.

Aturan tersebut mewajibkan pemberi kerja membayar 0,5 persen dari gaji pokok karyawannya sebagai iuran tabungan. Sementara 2,5 persen lagi dibayar oleh pekerja. Ia menilai pembangunan hunian masyarakat berpenghasilan rendah tugas utama pemerintah. Jika swasta dilibatkan, menurutnya harus ada rumusan yang sama-sama menguntungkan.

"Sehingga tidak menjadi beban bagi dunia usaha, karena hal ini menjadi tumpang tindih  dengan adanya BPJS tenaga kerja yang memang kalau kita telusuri ada komponen-komponen untuk pembangunan perumahan," tutur Rosan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement