REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Peraturan Presiden (Perpres) pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) segera diteken bulan depan. Perpres ini menjadi dasar hukum resmi pembentukan KNKS.
Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Pungky Sumadi, mengatakan, KNKS ini sudah di-launching oleh Menteri PPN Bambang Brodjonegoro pada Agustus 2016. "Kita masuk tahap akhir mengeluarkan rancangan Perpresnya. Sekarang sudah ada di Menko Perekonomian, beliau lihat kemudian diparaf langsung dikirim ke Presiden untuk di tandatangani. Jadi kalau saya lihat waktunya sudah tidak terlalu lama. Akhir bulan depan insya Allah rancangan Perpres bisa di tandatangani," jelasnya kepada Republika di sela acara Islamic Sharia Economics Festival (ISEF), Rabu (26/10).
Menurutnya, saat ini persiapan masih terus dijalankan. Pembahasannya sampai dengan anggaran, calon manajemen terbentuk. Bahkan atas inisiatif para anggota dewan, pada Jumat (28/10) akan dilaksanakan rapat informal pertama meskipun dasar hukumnya belum resmi. Secara garis besar, tugas KNKS ini memastikan rekomendasi perbaikan di bidang keuangan syariah dijalankan.
"Kalau misalnya sekarang porsi pasar keuangan syariah hanya 5 persen dari keuangan nasional, dalam lima tahun ke depan paling tidak bisa menjadi dua kali lipat. Artinya, lima tahun ke depan dari pelaksanaan masterplan ini," imbuhnya.
Untuk mencapai target tersebut, salah satu upayanya di dalam masterplan antara lain merekomendasikan penerimaan gaji pegawai negeri di bank syariah. Jika ada 20 juta orang, setiap bulan akan ada dana segar masuk yang bisa dipakai untuk berputarnya bisnis syariah melalui keuangan syariah.
"Masalahnya, ada tidak bank syariah yang jemput bola, ke Bappenas, Kemenkeu, Kepolisian, TNI. Boleh tidak mereka naruh gaji di bank syariah. Itu juga harus digerakkan oleh perbankannya sendiri. Menteri Keuangan sudah memberi peluang. Tapi kann tidak boleh memaksakan," ungkapnya.
KNKS nantinya juga akan menggandeng Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mendukung tercapainya target di dalam masterplan keuangan syariah. Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi berang karena dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah tidak mampu dipakai pemda untuk pembangunan. Justru disimpan di surat berharga Bank Indonesia dan BPD. "Kalau ini ditaruh di bank syariah kan jadi pertumbuhan ekonomi. Ini kan harus diingatkan," ujarnya.