REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017. Pengesahan tersebut dilakukan melalui Rapat Paripurna DPR RI yang digelar pada Rabu (26/10).
Dalam Undang-undang APBN 2017 ditetapkan pendapatan negara sebesar Rp 1.750,3 triliun dan belanja negara Rp 2.080,5 triliun, serta defisit Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan, pertumbuhan ekonomi ditargetkan hanya 5,1 persen.
"Disetujui Rancangan Undang-Undang APBN 2017 menjadi Undang-undang APBN 2017,” ujar wakil ketua DPR RI, Taufik Kurniawan ketika membacakan hasil kesimpulan sidang paripurna tersebut, di Jakarta, Rabu (26/10).
Menurutnya, untuk pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen lebih kecil dari pengajuan RAPBN 2017 yang disampikan Presiden Joko Widodo. Saat itu, Jokowi menyampaikan dalam Sidang Tahunan MPR pertengahan Agustus lalu, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen. Angka tersebut tidak berbeda dengan target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2016 silam. “Asumsinya 5,3 persen dalam RAPBN kemudian disepakati menjadi 5,1 persen,” ungkapnya.
Sementara itu, asumsi inflasi 4,0 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp 13.300, dantingkat suku bunga SPN tiga bulan 5,3 persen. Sedangkan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok 45 dolar AS per barel. Lifting minyak yang awalnya di RAPBN sebesar 780 ribu barel per hari dinaikkan menjadi 815 ribu barel per hari. Selanjutnya, lifting gas bumi tidak mengalami perubahan tetap 1,15 juta setara minyak per hari.
Selain pertumbuhan ekonomi, juga disahkan target pembangunan 2017. Tingkat pengangguran tercatat di RAPBN 5,6 persen, tingkat kemiskinan 10,5 persen. Sedangkan, gini rasio dengan indeks 0,39 dari 0,38 pada RAPBN dan indeks pembangunan manusia 70,1.