REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan risiko kredit sektor jasa keuangan masih relatif tinggi dengan kenaikan rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) menjadi 3,22 persen pada Agustus 2016 dari 3,18 persen pada Juli 2016.
"Risiko kredit lembaga jasa keuangan terpantau masih relatif tinggi. NPL sebesar 3,22 persen, sedangkan rasio pembiayaan bermasalah (NPF) stabil sebesar 2,22 persen," kata Deputi Komisioner Manajemen Strategis IB Slamet Edy Purnomo dalam keterangan hasil Rapat Dewan Komisioner (RDK) Oktober di Jakarta, Jumat (14/10).
Namun dari sisi permodalan, OJK melihat ketahanan industri keuangan memadai. Salah satu indikatorya, rasio kecukupan modal inti atau capital adequacy ratio (CAR) perbankan per Agustus 2016 mencapai 23,26 persen.
OJK juga mendeteksi intermediasi lembaga jasa keuangan yang belum tumbuh cepat. Pertumbuhan kredit perbankan per Agustus 2016 sebesar 6,83 persen (yoy) atau melambat dari Juli 2016 sebesar 7,74 persen.
Perlambatan tersebut karena kontraksi kredit valuta asing (valas) sebesar 11,76 persen (yoy) yang disebabkan lesunya kinerja ekonomi eksternal. Adapun kredit rupiah masih tumbuh baik di level 10,7 persen.
Meskipun terdapat beberapa indikator yang perlu dicermati, secara umum RDK OJK menyimpulkan stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia normal. Sentimen positif datang dari keberhasilan amnesti pajak periode pertama dan kenaikan harga minyak serta komoditas.
Slamet mengatakan,akibat dua sentimen positif tersebut, penguatan terjadi di pasar saham domestik pada paruh kedua September 2016 sebesar 1,8 persen. Secara tahun berjalan (year to date), IHSG menguat sebesar 16,8 persen. Penguatan juga terjadi di pasar Surat Berharga Negara (SBN), tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) di semua tenor.
Rata-rata yield jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang turun masing-masing sebesar 6 basis poin (bps) 11 bps dan 9 bps. Pada September 2016, Investor Nonresiden SBN mencatatkan aksi beli bersih yang cukup signifikan sebesar Rp 16,9 triliun.
Stabilitas juga tercermin dari kinerja pembiayaan dan asuransi. Slamet menuturkan piutang pembiayaan per Agustus 2016 tumbuh 0,87 persen (yoy) atau naik dari Juli 2016 sebesar 0,36 persen, karena kenaikan sektor konsumer khususnya sektor perdagangan, restoran dan hotel.
Di industri perasuransian, indikator Risk-Based Capital (RBC) sebesarl 513 persen untuk asuransi jiwa dan 267 persen untuk asuransi umum. Level tersebut, kata Muliaman, jauh di atas ketentuan minimum yang berlaku.
"OJK akan terus memantau perkembangan profil risiko lembaga jasa keuangan serta menyiapkan berbagai langkah yang diperlukan untuk memitigasi kemungkinan peningkatan risiko di sektor jasa keuangan, khususnya risiko kredit," kata dia.
Di pasar keuangan global, OJK melihat terjadi pegerakan bervariasi di pasar saham dan nilai tukar global, karena ketidakpastian pemulihan ekonomi global serta sentimen dari kebijakan The Fed terkait kenaikan Federal Funds Rate (FFR), pergerakan harga minyak, dan permasalahan Deutsche Bank.