Rabu 05 Oct 2016 17:55 WIB

Luhut Sebut Kontrak Blok Natuna Terhambat Masalah Bagi Hasil

Red: Nur Aini
Plt. Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan
Foto: Antara/Rosa Panggabean
Plt. Menteri ESDM Luhut Binsar Pandjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana Tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan mengakui penandatanganan kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) Blok East Natuna masih terhambat masalah bagi hasil (split).

Konsorsium Blok East Natuna yang terdiri atas PT Pertamina (Persero), ExxonMobil, dan PTT Thailand itu rencananya akan menandatangani PSC pada September 2016, tapi kemudian batal tanpa alasan jelas.

"Natuna ternyata ada sedikit yang masih belum putus, tapi dalam satu bulan ke depan akan selesai. Ada masalah teknis yang tadi mereka (konsorsium) masih bicarakan, masalah bagi-bagi 'kue'-nya," katanya ditemui di Kementerian ESDM Jakarta, Rabu (5/10).

Menurut Luhut, meski masih terhambat karena masalah bagi hasil, namun selalu ada progres penyelesaiannya.

Ia menambahkan, pihaknya ingin PSC Blok East Natuna bisa menguntungkan baik bagi negara maupun kontraktor pada saat harga minyak naik atau turun. Hal itu, menurut dia, penting agar iklim investasi di bidang usaha tersebut tetap atraktif bagi investor. "Kami mau lihat di harga berapa sih mau dibikin. Karena kami mau kaitkan nanti antara harga tinggi dan harga rendah, jadi sharing gain dan sharing pain. Kalau terlalu kaku juga nanti orang nggak ada yang mau," ujarnya.

Pemerintah tadinya akan menetapkan kelanjutan rencana pengembangan proyek blok migas East Natuna pada Rabu (5/10). "Putusan soal 'framework' kerja samanya itu, eksekusinya. Karena dari 2011 itu mundur maju, mundur maju, beberapa kali diperpanjang," ujar Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/10).

Blok East Natuna diperkirakan memiliki cadangan gas empat kali lebih besar dari Blok Masela yakni mencapai 46 triliun kaki kubik (TCF). Selain cadangannya yang besar, lokasi blok yang masuk wilayah Laut China Selatan itu dinilai pemerintah menjadi prioritas segera dikembangkan demi alasan kedaulatan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement