Rabu 07 Dec 2016 04:35 WIB

Bagi Hasil East Natuna Belum Temukan Kata Sepakat

Rep: Frederikus Bata/ Red: Budi Raharjo
Kilang minyak lepas pantai.   (ilustrasi)
Foto: Antara//FB Anggoro
Kilang minyak lepas pantai. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah belum menandatangani kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) pengembangan blok East Natuna. Sejak Oktober 2016, PSC sudah disodorkan ke para kontraktor sebesar 40 persen.

Para kontraktor itu adalah Pertamina, ExxonMobil dan PTT EP Thailand. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan pihaknya menginginkan penandatanganan kontrak sejak dua pekan lalu. Namun hingga saat ini masih berlangsung dengan para kontraktor.

"Target saya waktu itu, 14 November harus tandatangan. Kalau bikin target baru. Mungkin awal tahun bisa kita resolved isu isu yang menjadikan solusinya win win," kata Arcandra dalam Forum Bisnis Pengembangan Migas di Kawasan Natuna di Crowne Plaza, Jakarta, Selasa (6/12).

Ia menerangkan soal pembagian hasil pengembangan blok natuna belum mencapai kata sepakat dengan para kontraktor. Itulah yang membuat mega proyek tersebut berjalan molor. "Nah itu dari split, pembagiannya, sedang kita bicarakan" ujar Arcandra.

Ia menegaskan tantangan ke depan, Indonesia perlu menerapkan tekonologi yang menembangkan lapangan marjinal. Dengan tekonologi yang ada (eksisting) ia pesimistis mencapai hasil maksimal. "Karesna kalau kita berkutat pada eksisting teknologi, cost-nya akan mahal. Apalagi harga minyak turun, saya pesimisti sekali. oleh karenaa itu, IATMI utk bisa jadi pelopor untuk bisa bagaimana caranya, bahwa kalau satu pintu dari kementerian utk mendukung atau mengarahkan kiat bisa teknologi baru yang open minded," ujar Arcandra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement