Rabu 05 Oct 2016 01:37 WIB

Kemenkeu Masih Mengkaji Pungutan Ganda PPN Rokok

 wacana pungutan ganda Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok sebesar 10 persen tahun depan (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
wacana pungutan ganda Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok sebesar 10 persen tahun depan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih mengkaji wacana pungutan ganda Pajak Pertambahan Nilai (PPN) rokok sebesar 10 persen tahun depan.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta timnya untuk membahas besaran PPN tersebut. Terutama setelah pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata sebesar 10,54 persen tahun depan.

"Itu belum selesai dikaji, kita bicara tarif cukai dulu saja," kata Heru dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/10).

Kenaikan PPN rokok menjadi keputusan yang dikhawatirkan oleh para industri dan asosiasi. Menurut Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie, setelah kenaikan tarif CHT yang dipastikan akan memberikan dampak pada volume penjualan, kini, pengusaha rokok juga harus dihadapkan ancaman kenaikan pungutan PPN.

"Yang mesti diingat, pemerintah juga akan menaikkan PPN rokok. Ini memberi beban ganda pada industri rokok, harga rokok makin mahal, ya memang tidak Rp 50 ribu per bungkus tapi kenaikannya cukup signifikan," ujar Moeftie.

Moeftie meminta pemerintah untuk tidak eksesif dalam menaikan tarif penerimaan cukai rokok. Pasalnya, volume industri terus menurun sejak dua tahun lalu.

Sebelumnya, Kepala Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara mengungkapkan munculnya wacana memungut langsung PPN rokok sebesar 10 persen pada dua tahap, yaitu saat produk rokok keluar dari pabrik dan 10 persen lagi ketika distributor besar atau pedagang besar menjualnya ke masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement