Kamis 22 Sep 2016 16:28 WIB

Badan Karantina Terapkan E-Cert untuk Tekan Dwelling Time

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat  di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ilustrasi
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia menerapkan sertifikat perkarantinaan (e-Certificate) sebagai upaya mengurangi waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time). Selama ini persoalan dwelling time masih menjadi momok bagi arus lalu lintas barang di pelabuhan Indonesia.

Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini mengatakan, di pelabuhan Tanjung Priok biasanya membutuhkan 0,25 hari atau sekitar tiga hingga empat jam. Bahkan butuh waktu lebih lama untuk pelabuhan lain. Dengan adanya e-Cert, pihak karantina bisa lebih dulu menerima berkas terkait produk sebelum barang yang akan dikirim masuk dalam kapal.

Dengan begitu petugas karantina bisa dengan cepat melakukan analisis risiko. Kita bisa memperoleh sertifikatnya lebih awal, ini bisa menggantikan peran manifest di pelabuhan,” ujarnya dalam soft launching e-Cert di Kementerian Pertanian, Kamis (22/9).

Harpini belum bisa memastikan berapa waktu dwelling time yang akan dipangkas dengan penerapan metode baru karantina ini. Ia menuturkan, soft launching kali ini akan dilakukan untuk menghitung penghematan waktu dwelling time di pelabuhan. “Nanti akan kami laporkan pada saat launching dengan Perdana Menteri Belanda November nanti,” lanjut dia.

Pengembangan e-Cert melalui kerja sama Indonesia dan Belanda dalarn melengkapi aplikasi sistem pertukaran data ini selainberfungsi mengurangi dwelling time juga untuk memastikan penjaminan kesehatan produk pertanian impor dan ekspor, adanya jaminan keaslian dokumen oleh jejeran UPT Badan Karantina Pertanian maupun institusi Sertifikasi Kesehatan dan Perkarentinaan Belanda.

E-Cert juga mencegah adanya impor ilegal, penyelundupan dan memberi suatu jaminan kepastian dalam mempercepat waktu layanan Servioe Level Arrangement (SLA).

Sejauh ini, Harpini mengatakan negara yang telah menggunakan sistem aplikasi perkarantinaan ini antara lain Belanda, Indonesia, Cina, Amerika Serikat dan Selandia Baru. Itu artinya, Indonesia menjadi negara ASEAN pertama yang menerapkan e-Cert.

Indonesia memilih Belanda sebagai negara kerja sama pertama terkait e-Cert dengan alasan besarnya perdagangan yang dilakukan kedua negara selama ini. Belanda sebagai negara mitra yang strategis bagi ekpor impor komoditas pertanian Indonesia, merupakan gerbang pemasukkan komoditas pertanian ke bebagai negara anggota Uni Eropa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement