REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Anggaran (Banggar) DPR meminta pemerintah untuk menghapus skema kurang bayar atau lebih bayar terkait subsidi energi baik dalam hal subsidi listrik atau subsidi elpiji 3 kg. Ketua rapat Panja Badan Anggaran Said Abdullah menyebutkan, munculnya kurang bayar atas pengeluaran pemerintah untuk subsidi energi memberikan gambaran bahwa perencanaan pemerintah belum matang.
Terlebih, kata Said, subsidi kurang bayar pada tahun anggaran 2016 ini menyentuh angka Rp 12 triliun atau nyaris dua kali lipat dibanding angka tahun lalu.
"Dan semuanya itu audited BPK. Kalau pemerintah sudah siapkan regulasi yang tepat, tidak akan begitu. Kalau ada subsidi secara loan, masa pemerintah sebagai bendahara umum keuangan negara, bapak hanya sibuk untuk membayar subsidi kurang bayar saja?" kata Said.
Said mengaku bahwa parlemen tidak memiliki intensi untuk menghapus subsidi sepenuhnya. Ia lebih memilih agar pemerintah merapikan data penerima subsidi agar alokasi subsidi yang diberikan tepat sasaran. Kementerian Keuangan, menurutnya, diminta tidak lagi membuka ruang atas skema kurang bayar.
"Mekanisme domain pemerintah, tapi keputusan politiknya seperti itu, sehingga membuat perencanaan yang baik. Buat saja perencanaan yang audited. Tahulah kelakuan seperti itu saya. Jangan dikira tidak tahu. Itu kan akal-akalan. Pak Suahasil (Kepala Badan Kebijakan Fiskal), tidak boleh lagi ada istilah subsidi kurang bayar," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara menjelaskan bahwa dalam dalam perencanaan jangka menengah skema subsidi selama ini bisa saja diperbaiki. Suahasil menyebutkan bahwa skema ini muncul setelah ada proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Kami harus duduk dulu dengan BPK. Mekanisme dianggarkan tapi diaudit BPK. Apakah kurang bayar atau lebih bayar. Kalau sudah tertutup, tidak ada lagi mekanisme kurang bayar atau lebih bayar. Jangka menengah tidak ada kurang dan lebih bayar itu, tidak lagi. Itu jadi prioritas kami," kata Suahasil.
Sebelumnya, oleh Komisi VII DPR disepakati subsidi listrik dalam RAPBN tahun 2017 sebesar Rp 49,634 triliun yang terdiri dari subsidi listrik tahun berjalan Rp 48,56 triliun dan subsidi EBT Rp 1,074 triliun
Komisi VII DPR menyetujui usulan penambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang diajukan oleh Kementerian ESDM dari Rp 502,3 miliar menjadi Rp 1,7 triliun untuk diperjuangkan oleh komisi 7 DPR RI kepada banggar DPR RI. Komisi VII DPR juga menyetujui pencabutan subsidi listrik dengan daya 900 VA bagi golongan rumah tangga yang ekonominya mampu dengan didukung data yang akurat.