Kamis 08 Sep 2016 09:56 WIB

Neraca Pembayaran Berpotensi Surplus

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nidia Zuraya
cadangan devisa, ilustrasi
cadangan devisa, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) merilis posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia akhir Agustus 2016 tercatat sebesar 113,5 miliar dolar AS, lebih tinggi 2,1 miliar dolar AS dibandingkan dengan posisi akhir Juli 2016 sebesar 111,4 miliar dolar AS. Peningkatan cadangan devisa mengindikasikan bahwa neraca pembayaran berpotensi untuk kembali surplus pada kuartal III tahun ini.

Peningkatan cadangan devisa pada bulan Agustus didorong oleh penerimaan pajak, devisa sektor migas serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, dan hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, yang melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan SBBI valas jatuh tempo. Sementara permintaan valas dalam negeri masih terkendali.

Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, kenaikan cadangan devisa terjadi meskipun rupiah cenderung melemah sekitar 0,40 persen month to month (mtm). "Dengan meningkatnya tren cadev mengindikasikan bahwa neraca pembayaran berpotensi untuk kembali surplus pada kuartal III tahun ini," ujar Josua Pardede pada Republika, Kamis (8/9).

Josua mengatakan, kedepannya BI dan pemerintah perlu meningkatkan koordinasi supaya menjaga iklim investasi dengan tetap mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah serta meningkatkan fundamental ekonomi di tengah meningkatnya risiko fiskal.

Berdasarkan data Ditjen Pajak pada Rabu (7/9), dana repatriasi kebijakan amnesti pajak yang sudah masuk yakni sebesar Rp 14,7 triliun atau sekitar 1,13 miliar dolar AS. Kendati begitu, Josua menilai dana repatriasi yang masuk belum signifikan. Sehingga, sambung dia, peningkatan cadangan devisa bukan disebabkan karena amnesti pajak tapi karena pasokan dolar AS ke dalam negeri meningkat serta penerimaan devisa dan ekspor.

"Sementara permintaan dolar AS dalam negeri khususnya dari korporasi juga menurun cukup signifikan karena utang luar negeri swasta yang trend nya menurun dan juga karena upaya BI untuk menjaga permintaan valas dengan PBI kewajiban penggunaan rupiah dalam negeri," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement