Kamis 01 Sep 2016 21:07 WIB

Penurunan Harga Angkutan Pasca-Lebaran Pengaruhi IHK

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Inflasi Maret 2015: Aktivitas jual beli bahan makanan di Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (1/4).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Inflasi Maret 2015: Aktivitas jual beli bahan makanan di Pasar Rumput, Jakarta, Rabu (1/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka deflasi pada Agustus tahun ini sebesar 0,02 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 125,13. Angka deflasi ini disebut menjadi yang terendah sepanjang perhitungan indeks harga konsumen periode Agustus sejak 2001 silam. Pada Agustus 2001, deflasi tercatat sebesar 0,21 persen dan angka itu belum bisa terlampaui hingga saat ini.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, terutama tarif angkutan antarkota, tarif angkutan udara, harga komoditas seperti daging ayam ras, sayur mayur, bahkan tarif pulsa ponsel. Sedangkan, pengaruh inflasi masih disumbangkan oleh tarif listrik pascabayar yang sempat naik pada Juli lalu, biaya tahun ajaran batru bagi siswa sekola, tarif sewa rumah, dan harag rokok kretek filter disebutkan memberikan andil pada inflasi. Khusus untuk rokok, isu soal kenaikan cukai tembakau ikut menyulut angka inflasi.

"Terendah penyebabnya karena pasca-Lebaran, turunnya sangat tajam, Lebaran kan di awal bulan sehingga naiknya di situ, maka setelah itu tiga minggu kemudian yang ada penurunan," jelas Sasmito usai konferensi pers di Kantor BPS, Kamis (1/9).

Komponen inti pada Agustus 2016 mengalami inflasi sebesar 0,36 persen dengan inflasi inti tahun ke tahun sebesar 3,32 persen. Sasmito menilai, inflasi inti tinggi tahun ini menunjukkan permintaan yang masih berjalan normal. Artinya tidak ada perlambatan konsumsi yang dialami masyarakat saat ini. 

"Transportasi yang segede itu. Wisatawan naik tajam. Karena terjadi angkutan luar biasa paska lebaran. Bahan makanan mengalami penurunan, tapi transportation kan tinggi," kata Sasmito. 

Secara umum, Sasmito melanjutkan, harga komoditas energi yang turun memberi dampak ikutan yang banyak. Ia mengambil contoh minyak dunia yang sempat anjlok hingga separuh harga di tahun 2014, membuat biaya produksi berbagai jenis usaha menurun tajam. Akibatnya, ia menilai demi memperkuat pangsa pasar, menurunkan harga jual produk adalah pilihan optimal. 

"Masyarakat bisa mengkonsumsi berbagai barang jasa dgn harga lebih murah. Yang paling terpukul adalah pemasukan pajak turun tajam," ujar dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement