REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Sub Direktur (Kasubdit) Tarif Cukai Bea dan Cukai, Sunaryo, mengatakan kenaikan tarif rokok hanya memberikan keuntungan sepihak. Pihaknya belum memastikan besaran dan kapan kenaikan cukai rokok diberlakukan.
"Kenaikan Rp 50 ribu tidak akan menberikan manfaat bagi seluruh aspek. Padahal, jika ada kenaikan, tujuan pemerintah nantinya menguntungkan semua aspek, baik pengendalian produksi rokok maupun dari sisi pemasukan kepada kas negara," ujar Sunaryo kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (27/8).
Menurut dia, persentase kenaikan cukai rokok jika harga rokok naik menjadi Rp 50 ribu mencapai 365 persen. Padahal, besaran persentase cukai rokok saat ini 11,3 persen. Persentase saat ini naik dari persentasi cukai rokok sebelumnya yang hanya 8,5 persen. Sementara itu, berdasarkan kajian dari Bea dan Cukai, kenaikan cukai rokok sebesar tujuh persen nantinya akan menyumbang inflasi sebanyak 0,2 persen.
"Karena itulah, kami sangat berhati-hati menghitung kenaikan cukai rokok ini. Kita menjaga betul agar kenaikan tidak berimbas kepada beberapa sektor ekonomi. Karena kajian fiskalnya belum matang, kami belum bisa menyatakan sikap dan perkiraan besaran kenaikan cukai rokok," ujarnya.
Sunaryo mengatakan, saat ini cukai rokok menyumbang pemasukan ke kas negara sebesar lebih dari Rp 140 triliun. Kondisi ini juga dijadikan salah satu pertimbangan kehati-hatian sikap pemerintah. Dia menambahkan, besaran kenaikan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus bukan keinginan dari pemerintah.