REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan indeks harga konsumen hingga pekan ketiga Agustus 2016 terjadi inflasi minus atau deflasi sebesar 0,6 persen.
"Kami pantau hingga pekan ketiga terjadi deflasi 0,6 persen," kata Agus seusai menghadiri peluncuran BI Institute di Jakarta, Senin (22/8).
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menjelaskan terjadinya deflasi pada Agustus 2016 bukan karena lemahnya permintan masyarakat. Menurutnya, secara musiman dari tahun ke tahun, memang di pertengahan Agustus kerap terjadi deflasi, setelah momentum puncak inflasi pada Juni dan Juli, yang dipicu Ramadhan dan Lebaran. Setelah Lebaran, harga-harga terjadi koreksi, karena permintaan masyarakat kembali normal.
"Kalau sekarang deflasi, lebih ke musiman saja. Karena ada kenaikan harga saat Lebaran, dan sekarang terkoreksi lagi," ujarnya.
Mirza mengatakan sejauh ini laju inflasi tetap terkendali. Indikatornya, kata dia, inflasi pada Juni dan Juli yang merupakan tren konsumsi tinggi menjadi terendah dalam rata-rata lima tahun terakhir. "Kan kemarin itu inflasi ada, tapi tidak setinggi biasanya, sekitar 0,69 persen month to month (mtm) Juli 2016," kata dia.
Hingga Juli 2016, inflasi tahun berjalan sebesar 1,76 persen year to date (ytd) dan 3,21 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Adapun inflasi inti sebesar 0,34 persen (mtm) dan 3,49 persen (yoy).
Inflasi merupakan salah satu indikator makro ekonomi yang dijaga Bank Sentral untuk mempertahankan stabilitas perekonomian. Indikator lainnya seperti neraca transaksi berjalan pada tahun ini menurut Agus masih dalam rentang aman yakni 20 miliar dolar AS atau 2,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sementara, BI telah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,9-5,3 persen (yoy).