REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Australia telah mengeluarkan peraturan baru terkait pelabelan keterangan asal pada kemasan makanan dan minuman yang dijual di Negeri Kanguru tersebut. Peraturan tersebut sudah dikeluarkan sejak 1 Juli 2016, namun para eksportir diberikan waktu dua tahun untuk menyesuaikan diri.
"Para pelaku bisnis makanan dan minuman diberikan kesempatan sampai 1 Juli 2018 untuk mengubah label sesuai dengan format baru," ujar Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward di Jakarta, Jumat (19/8).
Peraturan baru ini berada di bawah Australian Consumer Law dengan nama Country of Origin Food Labelling Information Standard 2016. Peraturan tersebut merupakan perubahan dari standar yang berlaku sebelumnya yaitu Australia New Zealand Food Standard (ANZFS).
Peraturan baru ini hanya berlaku untuk produk makanan dan minuman yang diedarkan melalui penjualan ritel di Australia. Beleid ini tidak berlaku untuk makanan yang dijual di kafe, restoran, outlet take away, maupun sekolah. Dody menjelaskan, persyaratan mengenai pelabelan tersebut bervariasi tergantung dari cara produksinya.
Apabila suatu produk ditanam, diproduksi, atau diolah di Australia maka kemasan produk tersebut harus memuat logo kanguru dalam segitiga. Selain itu harus dimuat pula grafik batang terisi penuh jika keseluruhan bahan berasal dari Australia. Akan tetapi, jika bahan secara keseluruhan tidak berasal dari Australia maka wajib memuat grafik batang tidak terisi penuh.
Hal ini mengindikasikan proporsi bahan-bahan yang berasal dari Australia terhadap keseluruhan kandungan produk. Jika suatu bahan berasal dari negara lain, dapat ditambahkan teks yang menjelaskan asal bahan tersebut. "Contohnya made in Australia from X% Australian ingredients," kata Dody.
Sementara itu, makanan yang ditanam, diproduksi, atau diolah di negara lain tapi dikemas di Australia harus memuat label yang menunjukkan grafik batang kosong. Hal ini mengindikasikan tidak ada bahan yang berasal dari Australia. Selain itu, di bawah grafik batang harus dicantumkan teks “packed in Australia”.
Jika suatu produk dikemas menggunakan bahan campuran yang berasal dari Australia dan negara lain, maka grafik batang tidak terisi penuh dan digunakan untuk menunjukkan persentase bahan dari produk tersebut yang berasal dari Australia. Keterangan negara asal suatu bahan tertentu dapat ditambahkan jika bahan tersebut tidak berasal dari Australia.
Sementara itu, untuk produk yang tidak ditanam, diproduksi, diolah, maupun dikemas di Australia, dan berasal dari satu negara harus mencantumkan keterangan asal serta tempat produk tersebut dikemas. Jika produk tersebut berasal dari lebih dari satu negara, maka harus disebutkan di kemasan dan mencantumkan negara tempat produk tersebut dikemas.
Dody menjelaskan, produk yang dikenakan aturan baru ini masuk ke dalam golongan priority. Produk tersebut adalah tuna dalam kemasan, mi instan, pasta, dan agar-agar. Sementara produk nonpriority seperti bumbu, teh, kopi, minuman beralkohol, biskuit, makanan ringan, air minum dalam kemasan, dan kembang gula tidak dikenakan aturan pelabelan yang baru tersebut.
"Produk-produk non-priority hanya bersifat sukarela. Hal ini dikarenakan konsumen Australia cenderung tidak menaruh perhatian lebih tentang keterangan asal untuk produk-produk tersebut," ujar Dody.
Berdasarkan data BPS kinerja ekspor produk makanan dan minuman Indonesia ke Australia pada 2015 mencapai 127,16 juta dolar AS atau meningkat 3,77 persen dibandingkan dengan 2014. Sementara pada periode Januari-Mei 2016 ekspor produk makanan dan minuman tercatat sebesar 43,813 juta dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 6,4 persen year-on-year. Menurut Dody, walaupun mengalami penurunan, tren ekspor untuk periode 2011-2015 menunjukkan nilai positif yaitu sebesar 7,51 persen.
"Peraturan baru ini dapat dilihat sebagai peluang untuk bermitra dengan Australia,” kata Dody.
Produk ekspor utama Indonesia ke Australia pada 2015 adalah ikan tuna, cakalang, dan bonito yang diolah atau diawetkan dalam kemasan kedap udara. Selain itu, ada pula produk mie instan, biskuit manis mengandung kakao, teh hijau (tidak difermentasi), dan bubuk kakao.