REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan segera melakukan reformulasi kebijakan dari BI rate menjadi BI 7 Day Repo Rate pada 19 Agustus mendatang. Meski dinilai lebih efektif dalam transmisi kebijakan ke perbankan, kebijakan ini dinilai juga harus dibarengi dengan pendalaman pasar keuangan.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual mengatakan, hal tersebut harus dilakukan melalui cara-cara intensif menerbitkan instrumen finansial.
"Instrumen masih terbatas maka perlu pendalaman pasar keuangan. BI 7 Day Repo Rate jangan dianggap sebagai magic potion (ramuan ajaib), hanya bertumpu pada kebijakan moneter juga tidak baik," ujar David di Jakarta, Senin (15/8).
Menurutnya, selama ini aliran likuiditas banyak masuk ke BI, sedangkan ke pemerintah sangat sedikit. Dengan demikian, ia berharap pemerintah mempunyai inisiatif meragamkan instrumen di pasar keuangan.
"Sekarang hanya SPN (Surat Perbendaharaan Negara) yang bertenor jangka pendek. Diharapkan pemerintah banyak menerbitkan instrumen SPN yang di bawah satu tahun," tuturnya.
Penambahan instrumen oleh pemerintah tersebut, kata David, diyakini juga akan memberi lebih banyak dampak positif ke sektor riil.
"Kebijakan BI 7day Repo Rate bukan langsung abrakadabra, negara lain juga ada yang tidak berhasil. Pemerintah harus melakukan percepatan reformasi struktural," kata David.
Sebelumnya, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/11/PBI/2016 tentang Pasar Uang pada Jumat (12/8) lalu. Dengan diterbitkannya PBI tersebut, pasar uang bisa lebih berkembang sehingga meningkatkan efektifitas transmisi kebijakan moneter.
PBI ini lebih luas mengatur kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur pasar uang. Selain itu, PBI ini juga mencakup pelaku pasar dan lembaga pendukung, instrumen pasar uang, transaksi pasar uang, prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko, infrastruktur, serta pelaksanaan pelaporan dan pengenaan sanksi.