REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Program inklusi keuangan yang digarap pemerintah dan lembaga keuangan akan dikaji ulang. Hal ini dilakukan agar pemerintah memiliki pandangan lebih luas dalam memberikan akses keuangan sebanyak mungkin masyarakat Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowrdojo mengatakan, inisiatif ini memang sudah disiapkan sejak 2012 dan berjalan hingga saat ini. Namun program ini kemudian akan ditinjau ulang sehingga ada kejelasan pemerintah dalam menyediakan akses keuangan bagi masyarakat indonesia.
Agus menerangkan, sejauh ini memang masyarakat Indonesia masih banyak yang tidak memahami mengenai literasi keuangan. Padahal, akses keuangan sangat penting dalam menunjang perekonomian masyarakat.
"Sekarang baru 36 persen masyarakat yang mempu yai akses ke jasa keuangan. Kita harapkan pada 2023 sudah meningkat ke angka 90 persen punya akses ini," kata Agus di Kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (3/8).
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menuturkan, pemerintah memang tengah meninjau ulang strategi mengenai keuangan inklusif. Dengan perkembangan dunia digital yang semakin berkembang, maka pemerintah harus menyiapkan program terbaru dalam meningkatkan literasi keuangan.
Contoh yang bisa dikembangkan, kata dia, adalah akses keuangan di masyarakat yang tidak harus mendatangi anjungan tunai mandiri (ATM) untuk menarik atau mengirimkan uang. Masyarakat bisa menggunakan telepon genggam yang dimiliki karena perkembangan telepon genggam semakin maju sehingga bisa digunakan dalam berbagai hal.
"Bank juga tidak harus ada cabang bank dulu, bisa lewat agen, yang pentg dibuka dulu aksesnya, dimudahkan," kata Bambang.