REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perhubungan belum menjatuhkan sanksi atas kejadian penundaan lima jadwal penerbangan maskapai Lion Air pada Ahad (31/7) lalu.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan Hemi Pamuraharjo menjelaskan, sesuai dengan arahan Menteri Perhubunagn Budi Karya Sumadi, pemerintah masih akan mengevaluasi ulang atas kejadian terakhir yang sempat membuat ratusan penumpang meluapkan emosinya. Meski begitu, ia menampik anggapan bahwa tidak ada sanksi tegas yang bakal dijatuhkan.
Hemi mengaku, Kementerian Perhubungan tidak ingin asal memberikan sanksi kepada maskapai, termasuk atas kasus berulang yang kerap menimpa Lion Air Group ini. Pemerintah akan melihat apakah ada variabel lain baik di dalam internal perusahaan atau justru ada faktor di luar perusahaan yang membuat seringnya delay pada Lion Air.
"Jadi dengan kasus ini akan berlaku untuk semua (maskapai), akan diperbaiki semua oleh Bapak Menteri. Jadi bukan hanya dari sisi pelaksana saja, operatornya, bandaranya juga berkontribusi, ATC nya ada kontribusi, sistemnya, SDM kontribusi. Soal sanksi akan dibicarakan lebih komprenhensif akan dievaluasi tim dari Dirjen Perhubungan Udara secara komprenhensif, ini akan penekananannya secara menyeluruh secara nasional," kata Hemi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/8).
Hemi juga menambahkan, pihak maskapai wajib mengikuti Peraturan Menteri nomor 89 tahun 2016 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan, maka Lion Air harus membayarkan biaya kompensasi sebesar Rp 300 ribu kepada penumpang. Menjawab keluhan penumpang mengenai besaran biaya kompensasi, Hemi menyebut beleid yang mengatur hal tersebut digodok bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sebagai representasi dari konsumen atau penumpang maskapai.