REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Melihat gesture serta mendengarkan Ahmad Ghozi Islami, Nasywaa Aliya Ramadhani Herenda, dan Refan Enggi Febrianto menjelaskan inovasi yang mereka hadirkan dalam ajang Astra Honda Motor Best Student (AHM Best Student) 2025 membuat streotip buruk tentang Gen Z Indonesia luntur.
Mereka cerdas, peduli lingkungan dan kemanusiaan, serta punya motivasi tinggi untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi agar bisa berkontribusi bagi kemajuan Indonesia.
Dalam usia belasan tahun, mereka sudah berbicara tentang riset, energi terbarukan, dan teknologi kecerdasan buatan. Walau masih duduk di bangku SMA dan SMK, tetapi karya mereka dalam ajang AHM Best Student 2025 menunjukkan kedewasaan berpikir, kecerdasan, dan kepedulian yang luar biasa.
Saat Gen Z Indonesia yang umumnya tenggelam dalam hiburan instan, tiga pelajar ini justru menghadirkan gagasan berakar pada kepedulian terhadap lingkungan dan solusi masalah yang dihadapi manusia. Mereka bukan sekadar juara lomba, melainkan calon agen perubahan yang berani menjawab persoalan nyata di sekitar mereka.
Refan, siswa SMK Bhina Tunas Bhakti Juwana, Jawa Tengah, tampil sebagai juara pertama dengan inovasinya Biodiesel Fish Oil (BFO). Ia mengubah limbah air pemindangan ikan menjadi biodiesel, solusi bagi nelayan Juwana di kampung halamannya yang kerap kekurangan bahan bakar.
“Nelayan di Juwana cuma dapat jatah 20 liter solar per hari, padahal butuh dua kali lipat. Sementara limbah air pemindangan ikan itu mencemari lingkungan. Dari situlah saya mencoba cari solusi dua masalah sekaligus,” kata Refan kepada awak media seusai acara penganugerahan untuk para peserta AHM Best Student 2025 di Jakarta, Jumat (25/10/2025) malam.
Melalui riset selama enam bulan, Refan menemukan bahwa air limbah pemindangan ikan mengandung lemak yang bisa diolah menjadi bahan bakar biodiesel. Setelah melalui uji mutu di laboratorium Sucofindo di Semarang, hasilnya menunjukkan bahwa biodiesel ini dapat digunakan tanpa memodifikasi mesin diesel perahu nelayan. “Mesinnya hidup normal, nggak ada kendala,” ujarnya dengan senyum bangga.
Nasywaa dari SMA Negeri 3 Yogyakarta membawa karya Agropevia, singkatan dari Agricultural Waste to Paper and Compost for a Sustainable Future. Ia mengolah pelepah pisang, ampas tebu, dan pelepah jagung menjadi kertas dan kompos ramah lingkungan.
“Aku mikir, kenapa kertas selalu harus dari pohon? Padahal banyak tumbuhan lain yang bisa dipakai. Tiga bahan ini sering banget jadi sampah di Yogyakarta,” kata Nashwa. Dengan peralatan sederhana di rumah, ia berhasil memproduksi lembaran kertas yang teksturnya mendekati produk pabrikan, hasil dari serangkaian eksperimen dengan enam bahan berbeda.