REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) akan mendirikan klinik Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Klinik ini nantinya akan menjadi wadah koordinasi seluruh BUMDes di Indonesia.
''Klinik BUMDes bisa terpusat di Kemendes sebagai wadah koordinasi BUMDes. Di dalam klinik ini akan ada dokter-dokter mendiagnosis masalah-masalah yang dihadapi setiap BUMDes,'' ujar Sekjen Kemendes PDTT, Anwar Sanusi, saat temu BUMDes se Jawa Barat dan Banten di Kantor Kemendesa PDTT, Jakarta, Kamis (28/7).
Hal penting yang harus dikuasai masyarakat untuk mensukseskan BUMDes ada pada sistem manajemen dan pengelolaan keuangan. Selanjutnya, BUMDes juga harus mampu membaca potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia desa untuk mengembangkan BUMDes.
“Nah, di sinilah klinik desa akan dibutuhkan. Melalui klinik ini, permasalahan-permasalahan yang berkenaan dengan BUMDes bisa dikonsultasikan di sini,” ujarnya.
Terkait hal tersebut, Sanusi juga mengajak BUMDes untuk membentuk sebuah forum komunikasi BUMDes. Sehingga melalui forum tersebut, seluruh BUMDes di Indonesia yang saat ini telah terbentuk sebanyak 12.115 BUMDes dapat saling bersinergi dan saling mengisi kekurangan satu sama lain.
''Ke depan, dana desa bisa digunakan untuk perkembangan BUMDes, dengan syarat infrastruktur telah terpenuhi,'' ujarnya.
Sanusi menerangkan, kehadiran BUMDes telah ada sejak Tahun 2005. Kemudian eksistensi BUMDes kembali booming saat UU No 6 Tahun 2014 tentang desa muncul. Ia merasakan pentingnya membangun dan memberdayakan BUMDes, karena akan menjadi pilar penting bagi pembangunan ekonomi di tingkat perdesaan.
“Banyak dinamika yang muncul saat kita membangun BUMDes. Harapannya jangan sampai BUMDes hanya sekedar papan nama, atau hanya mendirikan saja tanpa ada tindak lanjut. Tahun ini saja ada tambahan 8 ribu BUMDes. Ini tanda bahwa Kemendes berhasil untuk itu,” katanya.
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Ahmad Erani Yustika menegaskan, BUMDes sebagai penggerak ekonomi desa bukanlah badan hukum, namun lebih memiliki watak sosial.
“Pengurus BUMDes tidak perlu menanyakan berapa gaji ketua, berapa gaji pengurus dan seterusnya. Karena wataknya BUMDes adalah watak sosial. Aspek sosial inilah yang harus dilindungi,'' kata Ahmad.