Senin 25 Jul 2016 17:42 WIB

Panama akan Ikut Keterbukaan Informasi Keuangan pada 2018

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nur Aini
Pemandangan kota Panama.
Foto: AP/Arnulfo Franco
Pemandangan kota Panama.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sejumlah petinggi negara melakukan pertemuan G-20 di Cina akhir pekan kemarin. Isu-isu terhangat pun kembali dibahas termasuk mengenai Automatic Exchange of Information (AEoI) atau keterbukaan data yang akan dijalankan pada 2018. Bukan hanya negara besar yang melakukan perjanjian ini, negara yang selama ini menjadi kawasan tax haven, Panama, juga akan ikut serta menjalankan keterbukaan informasi

"Panama sudah setuju ikut serta di 2018 (AEoI). Jadi itu kemajuan karena pada sebelumnya Panama belum mau ikut," kata Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, di Jakarta, Senin (25/7).

Bambang menjelaskan, dalam pertemuan G20 ini program AEoI memang menjadi isu hangat yang terus diperbincangkan. Bahkan Bambang secara khusus melakukan intervensi mengenai persiapan program ini.

Menurut Bambang, secara khusus harus ada sanksi atau hukuman kepada negara yang sudah ikut namun tidak mengimplementasikan program ini secara baik. Apalagi saat ini santer terdengar bahwa beberapa negara tengah mencari celah untuk tidak mengikuti ketentuan AEoI.

"Jadi kita minta G20 mewaspadai hal ini dan memastikan semua Yuridiksi negara maupun bukan negara untuk benar-benar diikat dalam ketentuan AEoI," ujar Bambang.

Dia menuturkan, perlakuan bagi negara yang tidak menyelenggarakan program AEoI secara benar nantinya bisa akan masuk daftar hitam dan diberikan sanksi dalam bentuk aliran uang, atau pengakuan terhadap sistem keuangan negara yang bersangkutan.

Meski demikian, sanksi bagi negara yang enggan menjalankan ketentuan AEoI dengan optimum belum dibuat secara utuh. Sebab anggota G20 masih mengumpulkan negara mana saja yang akan ikut serta.

"Nanti dirumuskan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan kemudian diajukan ke G20, supaya nanti bisa dipatuhi dan diikuti oleh semua negara tanpa terkecuali termasuk yang kategorinya cuma yuridiksi, yang tidak seperti negara yang selama ini kita kenal," kata Bambang.

Selain persoalan keterbukaan informasi, dalam pertemuan G20 ini juga dibahas mengenai permasalah Brexit (British Exit) dan Fed Fund Rate (FFR). Mengenai Brexit, Bambang mengatakan bahwa secara umum konsentrasi terhadap Brexit tidak seberat yang dibayangkan paraktisi. Namun anggota G20 meyakini masalah Brexit ini bisa ditangani dengan baik oleh Inggrsi dan Uni Eropa.

Sedangkan terkait FFR, Amerika Serikat pada pertemuan ini tidak melakukan pembicaraan khusus atas FFR. Sejauh ini Amerika masih memantau perkembangan penyerapan tenaga kerja, inflasi dan hal lain sebelum merubah FFR mereka. "Belum ada tanda-tanda mereka segera mempercepat kenaikan tingkat bunga," ujar Bambang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement