REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Japan External Trade Organization (JETRO) Yuri Sato mengatakan, peningkatan ekspor Indonesia jangan hanya terpaku pada nilai saja namun harus ada konten yang jelas. Indonesia harus mulai memberikan nilai tambah pada produk komoditasnya dan juga menginvestigasi pasar.
"Indonesia harus mengetahui pasar butuh apa. Misalnya di Eropa lebih suka produk ikan kalengan dengan rasa yang lebih asin dan Jepang suka rasa agak manis. Nah, Indonesia harus bisa membaca itu," ujar Yuri di Jakarta, Jumat (22/7).
Menurut Yuri, Indonesia sudah memiliki dua modal penting yakni sumber daya alam yang besar dan bonus demografi. Dua modal ini dapat menjadi kekuatan bagi Indonesia untuk mendorong industrialisasi. Menurutnya sejak harga komoditas sumber daya alam menurun, sebetulnya Indonesia sudah mulai memproduksi barang yang bernilai tambah. Hal ini dapat dilihat dari mulai berkembangnya investasi di sektor otomotif, kayu lapis, dan juga oleochemical.
Selain itu, pertumbuhan industri tekstil Indonesia juga mulai lebih baik dan dapat dijadikan sebagai produk andalan ekspor. Yuri mengatakan, untuk meningkatkan produk bernilai tambah diperlukan teknologi yang mumpuni. Hal ini menjadi tantangan bagi dunia usaha karena harus meningkatkan teknologi pengolahan sumber daya alam.
"Pengolahan harus disesuaikan pasar masing-masing, itu yg namanya nilai tambah. Daripada mikirin peningkatan ekspor 300 persen atau 500 persen, lebih baik fokus pada kontennya dan ini harus ada kerjasama antara pelaku usaha dan pemerintah," kata Yuri.
Yuri mengatakan, Kadin Indonesia dan JETRO pernah memiliki program untuk memberdayakan UMKM di daerah dan mengidentifikasi produk-produk yang prospektif untuk ekspor. Menurut Yuri jatuhnya harga komoditas dapat menjadi keuntungan karena Indonesia jadi meningkatkan nilai tambah untuk ekspor.